Sisi Pandang Lain

Memahami Sesuatu dari Perspektif yang Berbeda

Friday, August 2, 2019

Memanusiakan Orang Gila





   Tak pernah terlintaskah dalam pikiran kita bahwa diam-diam kita telah mendiskriminasi dan menstigma (memberi ciri/tanda negatif) pada orang gila? Kerapkali kita memandang dengan sebelah mata. Sampah masyarakat. Tidak berguna. Menyusahkan. Bahkan tak jarang kita memperlakukannya dengan sangat tidak manusiawi. Karena ketidakmandirian akal dan fisiknya, orang gila sering menjadi sasaran permainan. Bukankah sering kita saksikan anak-anak kecil bertepuk-tepuk sambil berteriak "orang gila... orang gila... orang gila... "? Penghinaan itu membuat mereka ceria dan gembira. Iya! Mereka diajari berbahagia dengan menertawakan kekurangan orang lain sejak kecil. Sungguh, orang gila diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi....

   Tak hanya itu, ketidakmanusiawian yang diderita oleh orang gila malah acapkali didapatkan dari keluarganya sendiri. Kurangnya pengetahuan membuat mereka menelantarkan anggota keluarganya yang sakit jiwa. Entah karena malu, penderita sakit jiwa juga ada yang dipasung dan dibiarkan sendiri dalam suatu ruang kecil. Itulah diskriminasi yang nyata!

   Padahal orang gila bisa disembuhkan asal mendapat perawatan intensif. Sama seperti korban kecelakaan yang harus dibawa ke rumah sakit, orang gila pun sebenarnya butuh pengobatan. Bedanya, bukan fisik mereka yang sakit, tapi sesuatu yang paling vital dan penting sebagai komponen kehidupannya yaitu jiwanya.

   Selama ini kita hanya tahu bahwa sakit jiwa, ya, sakit jiwa saja. Padahal sakit jiwa memiliki banyak kriteria. Tidak hanya "sakit jiwa". Gangguan kejiwaan yang dialami orang gila atau lebih halusnya kita sebut ODGJ (Orang Dalam Gangguan Jiwa) untuk ke depannya, ada banyak jenisnya. Tentu, saya tidak akan menjelaskan satu per satu dengan panjang lebar karena tugas saya adalah memberi "sisi pandang lain". Namun, akan saya jelaskan sedikit gangguan jiwa yang saya ketahui.

1. Bipolar disorder (perubahan mood yang ekstrem, dari yang begitu semangat tiba-tiba putus asa sekali).
2. Obsessive compulsive disorder (gangguan kegelisahan yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu berulangkali. Misalnya mengecek pintu sudah tertutup atau belum hingga 2-3 kali. Atau cuci tangan berkali-kali karena takut ada kuman).
3. Skizofrenia (mengalami halusinasi, delusi, waham, kekacauan berpikir, dan perubahan perilaku. Misalnya merasa melihat sesuatu, mendengar sesuatu, mengalami sesuatu, padahal tidak terjadi apa-apa. Mudah marah dan berteriak tanpa sebab, dll).
4. Post-Traumatic Stress Disorder (gangguan mental yang terjadi setelah pengidap mengalami hal-hal buruk seperti kematian seseorang, diperkosa, atau dianiaya).
5. Anoreksia Nervosa (merasa gemuk padahal sudah kurus dan terus-menerus ingin kurus hingga kekurangan berat badan).

   Nah, itu saja sekilas untuk menggambarkan berbagai macam jenis sakit jiwa. Gangguan pola makan seperti anoreksia nervosa, gangguan tidur, atau juga gangguan seks seperti parafilia termasuk ke dalam penyakit jiwa karena melibatkan gangguan pada otak dan jiwanya.

   Kurangnya pengetahuan tentang sakit jiwa! Itulah penyebab utama semakin banyak bermunculan ODGJ di jalanan. Selain itu, kurangnya perawatan atau salah pengobatan juga menjadi faktor yang penting.

   Di Indonesia, dengan masyarakat yang banyak percaya dengan klenik, kebanyakan akan memilih membawa anggota keluarga yang sakit jiwa ke dukun karena dikira ketempelan jin. Nah, inilah yang saya sebut tadi sebagai "salah pengobatan" karena TIDAK SEMUA kasus gangguan jiwa adalah ketempelan jin. Memang, ada beberapa kasus yang mengindikasi bahwa seseorang tertempel jin. Tapi, kan, tidak semuanya.

   Banyak kasus yang melatarbelakangi seseorang menjadi sakit jiwa. Ada yang karena kisah-kisah yang memilukan. Ada yang karena kecelakaan yang mencederai otak. Ada yang karena kecanduan obat-obatan. Dan banyak faktor lainnya. Sehingga tidak betul jika semerta-merta setiap ODGJ hanya dibawa ke dukun atau kyai atau pesantren dan berhenti di situ saja. Kebanyakan masyarakat kita jika sudah mencoba pada opsi tersebut, lalu tidak berhasil, mereka akan menyerah. Membiarkan anggota keluarganya tetap dalam penyakit jiwa. Padahal masih ada PSIKIATER. Bahkan psikiater jauh lebih tepat untuk didatangi karena memiliki ilmu yang memadai tentang kejiwaan.

   Ada juga keluarga yang sudah membawa ODGJ ke psikiater. Namun, pengobatannya tidak dijalankan secara rutin. Entah karena kekurangan biaya atau merasa si pasien sudah baikan. Padahal bisa saja si pasien tampak terlihat baik karena efek obat. Dan jika pengaruh obat sudah hilang, pasien akan kembali seperti semula. Lagipula, rata-rata gangguan jiwa membutuhkan waktu yang relatif lama untuk penyembuhan. Sebab yang sakit bukan sekadar fisik, tapi jiwa. Oleh karena itu, lebih baik jika pengobatan dilakukan terus-menerus tanpa henti sebelum pasien benar-benar sembuh.

   Selain menambah pengetahuan tentang gangguan jiwa dan memberi penanganan yang tepat untuk ODGJ, setidaknya ada hal-hal kecil yang bisa kita lakukan untuk mereka.

1) Menghilangkan stigma
   Jangan lagi memandang rendah orang gila. Mereka adalah manusia. Sama seperti kita. Dengan cerita dan luka berbeda. Tak jarang luka mereka lebih parah sehingga membuat mereka sakit. Dan, kitalah yang bisa menolong mereka. Tak usah malu jika memiliki anggota keluarga seorang ODGJ. Sedikit banyak kita juga telah terlibat membuatnya sakit.
2) Stop diskriminasi
   ODGJ tidak perlu dipasung atau disembunyikan dari muka umum. Kita harus berani membawanya keluar ke psikiater. Pasung jika hendak melakukan perbuatan yang membahayakan. Tapi, biarkan mereka keluar jika tak berbahaya. Hentikan setiap anak yang meneriaki mereka "orang gila" sambil bertepuk-tepuk. Sejak kecil biasakan mereka untuk memanusiakan orang gila.
3) Berbuat baik kepada mereka
   Bagi seorang pelayan kesehatan, rawat dengan sepenuh hati seorang ODGJ. Dokter harus menanganinya dengan penuh cinta. Disambut dengan ramah. Bagi setiap warga negara, tak perlu memicingkan mata jika ada seseorang yang masuk "poli jiwa". Sayangi mereka. Cintai mereka. Agar mereka cepat sembuh.

   Saya berharap kita semua dapat lebih memanusiakan orang gila. Tidak memperlakukannya seenaknya lagi. Memberikan penanganan yang tepat. Memberikan dukungan, kepedulian  dan cinta yang cukup. Mengurangi luka dalam jiwa mereka. Dan, biarkan mereka sembuh. Amin.

11.43.02.08.2019

No comments:

Post a Comment