Sisi Pandang Lain

Memahami Sesuatu dari Perspektif yang Berbeda

Friday, August 2, 2019

Bapak Perkosa Anak, SIAPA YANG SALAH?




   Beberapa waktu yang lalu netizen gempar akibat berita pemerkosaan yang dilakukan ayah kepada anaknya. Tak tanggung-tanggung, sang anak sampai hamil. Brutal sekali! Pelaku mengaku kurang mendapat "jatah" dari istrinya sehingga memburu sang anak.

   Yang lebih menarik adalah COCOT NETIZEN. Ya, kemudahan komunikasi membuat kemampuan bacod netizen semakin meningkat. Dan itu tidak diimbangi dengan kemampuan berpikir yang memadai. Alhasil, bacodan-bacodan tak bermutu menghiasi kolom komentar. Salah satunya adalah komentar mengenai kasus di atas, yang malah MENYALAHKAN korban pemerkosaan.

   Beberapa komentar itu berbunyi seperti ini :
1) "Kok, anaknya mau aja, sih? Kok nurut aja, sih?"
2) "Kenapa tidak memberontak lalu kabur saja?"
3) "Kenapa anaknya diam saja? Tidak kabur? Lapor RT, dong! Tidak usah dituruti kelakuan bejad seperti itu!"
4) Dll.

   Ya, beberapa netizen menyalahkan sang anak yang merupakan korban karena dianggap terlalu pasif. Padahal semuanya tak semudah apa kata cocod netizen. Tak ada yang sesederhana itu ....

   Ketika seseorang berada dalam kondisi menyeramkan seperti diperkosa—apalagi oleh ayah mereka sendiri—pasti terjadi syok berat, takut, merasa terancam, bingung, dan panik. Kondisi itulah yang membuat kebanyakan korban pelecehan seksual merasa membeku dan tidak bisa bergerak. Otak, motorik, dan fisiknya tidak bisa dikendalikan karena perasaannya sangat syok dan bingung. Jangankan teriak, kabur, apalagi lapor ke RT. Sekadar mundur selangkah pun tidak bisa. Kacau! Kondisi internal korban sangat kacau!

   Kalau pun korban mampu berteriak dan meronta-ronta mencoba kabur, biasanya penjahat kelamin tersebut akan mengancam agar mangsanya diam. Kita tak pernah tahu apa yang diancamkan para penjahat itu kepada anak-anak tak berdosa ini. Diancam dibunuh mungkin. Akan disebarkan ke publik mungkin. Atau hal-hal lainnya yang seketika membuat korban diam seribu bahasa. Ancaman inilah yang selalu membuat korban tutup mulut hingga lama.

   Dan yang terakhir, tidak sadarkah bahwa K-I-T-A adalah agen yang ternyata turut mempersulit keadaan si korban? Ya! Kita telah mempersulit mereka melalui PANDANGAN SOSIAL. Kita, masyarakat timur, yang percaya bahwa keperawanan adalah segalanya! Selaput dara adalah harga mati! Yang tak memiliki itu atau kehilangannya sebelum menikah adalah j a l a n g dan r u s a k. Wanita yang tidak perawan lagi itu kotor! Dan, mereka pun dipandang sebelah mata. Tak tahu lelaki mana yang mau melamarnya. Malu. Takut dihina. Takut dijadikan bahan gosip yang tak henti-henti. Mencemari nama baik keluarga.

   Itu yang akan mereka pikirkan seribu satu kali sebelum lapor ke RT atau polisi. Mata kita yang terlalu memicing dalam memandang korban pelecehan seksual telah membuat mereka lebih menderita. Pikiran kita yang menstigma mereka telah menyurutkan semangat mereka. Ratusan kali mereka akan memikirkan "bagaimana jika aku melaporkan ke polisi dan semua orang tahu? Bukankah keluargaku akan sangat malu sekali? Aku dan keluargaku akan selalu menundukkan kepala jika berjalan di muka umum—malu." Ditambah, gosipan netizen sangat mudah menyebar dan begitu sadis.

   Bacod semacam "kok anaknya malah diam saja, sih" itulah yang membuat seseorang ragu membuka masalahnya. Karena itu, mulai dari sekarang setidaknya kita harus mengubah pandangan kita tentang korban pelecehan seksual. Kita sikapi hal-hal itu dengan bijaksana. Berikan dukungan penuh. Pahami bahwa segalanya tak semudah cocodmu, wahai Netizen!

   19.13.02.08.2019

No comments:

Post a Comment