Sisi Pandang Lain

Memahami Sesuatu dari Perspektif yang Berbeda

Sunday, August 4, 2019

KEBAJIKAN JUGA BUTUH UANG!!!




   Segala sesuatu di dunia ini membutuhkan uang. Tidak ada yang tidak. Uang dengan segala atributnya adalah lingkaran setan yang sudah begitu merasuk dalam sistem kehidupan saat ini. Orang tidak bisa hidup tanpa uang karena segala hal pada hari ini telah melibatkannya. Termasuk kebajikan. Apalagi kebajikan dalam skala yang besar. Kebajikan yang ditujukan untuk semua orang dan kalangan. Semua itu, butuh uang!

   Kita ambil contoh tokoh Minke dalam Tetralogi Buru karya Pramoedya Ananta Toer. Minke adalah seorang penulis. Dia biasa mengirimkan tulisannya ke koran atau majalah. Melalui tulisan, dia hendak mendidik Bangsa Indonesia. Dia ingin melayani mereka dan memperjuangkan hak-hak mereka. Masyarakat Pribumi harus dibantu!

   Karena itu, Minke mendirikan perusahaan surat kabar bernama "Medan". Pembaca surat kabar itu adalah Pribumi yang menggunakan bahasa Melayu rendahan (berdasar kondisi saat itu). Surat kabar itu dimaksudkan agar Pribumi tahu kondisi seputar Hindia, melek masalah hukum, melek masalah bangsa, dan bantuan penyelesaian kasus hukum. Sampai sini bukankah kebaikan Minke untuk bangsanya sangat besar?

   Sebenarnya mudah bagi kita untuk menebak bahwa Minke bukanlah orang yang rakus. Bukan orang yang pamrih. Bukan orang yang butuh balasan. Tapi, dia tetap butuh uang agar kebajikannya terus berjalan. Koran tidak disediakan gratis. Masyarakat pribumi harus membelinya. Padahal saat itu kondisi Pribumi tidaklah menguntungkan di bawah kaki penjajah. Uang tidak seberapa. Bahkan untuk makan saja hampir tidak cukup. Lalu, mengapa Minke tidak memberi secara cuma-cuma koran itu pada Pribumi?

   Cuma-cuma, Ndasmu!

   Kalau hanya selembar dua lembar koran mungkin tidak masalah. Tapi, ini, di seluruh Hindia hingga beberapa negara tetangga! Pikirkan berapa biaya untuk membeli peralatan dan perlengkapan! Kertas, tinta, mesin cetak, dan lain-lain. Belum lagi gaji untuk karyawan. Mereka juga manusia yang butuh makan. Kalau mereka tidak makan lalu mati, siapa yang akan bekerja? Siapa yang akan menyiapkan koran-koran untuk disebarkan pada Pribumi? Lalu gaji untuk ahli hukum (karena koran "Medan" menyediakan penyuluhan hukum). Dan lagi gaji untuk penjaga keamanan yang jumlahnya lebih dari lima (karena saat itu Minke mendapat teror dari orang Indo [keturunan Pribumi dan Belanda]). Semua itu membutuhkan uang!

   Lagipula, sebelum menolong orang lain, Minke juga harus menolong diri sendiri dulu. Kebutuhannya harus terpenuhi. Kebutuhan keluarganya harus terpenuhi. Dan, itu juga butuh uang.

   Ada juga seorang penulis (yang tak akan saya sebutkan namanya) yang berikhtiar membuka cakrawala pandang masyarakat melalui tulisan. Tentu buku-bukunya tidak dijual gratis begitu saja. Dia butuh uang balik modal untuk meneruskan usahanya. Agar buku-bukunya terus sampai ke seluruh pelosok. Dan dia butuh sedikit keuntungan untuk kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya.

   Ada lagi dokter (yang tak akan saya sebutkan namanya juga). Beliau melayani pasien sepenuh hati. Uang adalah masalah terakhir. Tapi, bukan berarti uang tidak penting. Obat-obatan harus dibeli pakai uang. Bukan daun! Peralatan medis juga dibeli pakai uang! Bukan daun!

   Bayangkan jika mereka sedikitpun tak menagih uang kepada kita! Maka mereka tidak akan memiliki pemasukan. Jika tidak memiliki pemasukan, apa yang akan terjadi? Mereka mati. Kalau mati, siapa yang akan mau bersusah-payah berjuang di negeri ini seperti mereka? Tidak ada! Yang ada hanya orang rakus yang akan meraup seluruh isi kantongmu tanpa ampun! Bahkan sekadar seratus rupiah pun tak akan disisakannya!

   Ketika seseorang belum bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, akan sulit baginya menolong orang lain. Jadi, jangan semerta-merta sinis jika ada pejuang kebaikan yang menagihmu sedikit uang. Karena uang memang sangat diperlukan. Tapi, dia bukan segalanya. Uang hanya pelumas agar mesin berjalan lancar.

   Terakhir saya kutipkan quote dari Sudjiwo Tedjo yang kurang lebih berbunyi seperti ini :

   "Yang aku bayar pada dokter hanya keahliannya. Perasaan ku ketika ia sembuhkan tak bisa ku bayar. Itulah utang rasa."

  12.16.04.08.2019

No comments:

Post a Comment