Sisi Pandang Lain

Memahami Sesuatu dari Perspektif yang Berbeda

Monday, December 19, 2016

Berjumpa Iringan Jenazah di Jalan, Benarkah Membawa Sial ?

Banyak yang meyakini bahwa bila ketemu iring-iringan mayit atau jenazah di jalan  adalah pertanda sial untuk satu hari itu juga.  Sebaliknya bila ketemu iring-iringan pengantin maka itu pertanda akan dapat hoki atau keberuntungan.

image source

Dari percakapan teman dan beberapa orang di warung yang pernah saya dengar berulang-ulang, seolah semakin memperkuat bahwa anggapan tersebut adalah benar, meskipun sebenarnya saya adalah tipe orang yang sangat sulit mempercayai hal-hal yang bersifat mitos dan irasional.


Seorang teman yang berprofesi sebagai sales bercerita bahwa suatu hari saat hendak bekerja ia berjumpa dengan iring-iringan jenazah di jalan.  Kesialan (menurut dia) yang beruntun pun menimpanya  Dari menabrak ayam di jalan, omset penjualan barang yang menurun drastis, sampai ban yang bocor. Nasip apes hari itu ia rekam betul di memori kepalanya.  Hingga di hari yang lain, dan hari-hari yang lainnya ketika ia bertemu iring-iringan jenazah nasip apes pun kembali menimpanya, dan ia pun menyimpulkan bahwa ketemu jenazah di jalan adalah pertanda sial.
Apakah benar nasib apes nya itu karna berjumpa mayit di jalan ? Yuk kita coba analisa bersama !

Pertama, mari kita terima asumsi kawan tersebut di atas, anggap saja itu benar-benar terjadi.  Dan kemudian saya bertanya dengan beberapa teman yang lain.  Apa pendapatnya, dan saya pun mengajak mereka untuk melakukan penelitian ilmiah secara sederhana dengan memakai hukum probabilitas.
Singkatnya, hukum probabilitas adalah : peluang atau kemungkinan terjadinya sebuah kejadian atau peristiwa  di mana dalam hal kaitannya di atas, siapapun kita pasti punya “peluang” atau “kemungkinan” akan bertemu iring-iringan di jalan. Juga berpeluang akan mengalami nasib apes.


Kembali ke mitos bahwa mayit pertanda sial,
Beberapa teman yang saya teliti ada yang membenarkan, dan beberapa ada yang menolak mitos tersebut.  Mereka yang membenarkan dan tidak membenarkan harus bisa memberikan data, minimal “atas apa yang mereka sendiri” alami.

Data yang saya maksud adalah, mereka harus memberikan catatan kejadian dalam beberapa kurun waktu tertentu. Dalam dua bulan misalnya, kejadian-kejadian tersebut harus dihitung dengan jujur, berapa kali mereka mengalami “kesialan” dan berapa kali mereka ketemu iring-iringan jenazah di jalan.
Hasilnya : Mereka yang tidak percaya mengatakan bahwa kerap kali ketemu iring-iringan jenazah dan tidak ada kesialan apa-apa yang mereka alami, semua aktivitas berjalan baik seperti hari-hari biasa.  Berarti FAKTA yang terjadi atas mereka yang tidak percaya bahwa jenazah pertanda sial adalah SALAH !

Bagi mereka yang percaya “mitos” tersebut ternyata juga menyadari FAKTA yang serupa, bahwa sejauh mereka mengingat ternyata sudah ratusan kali ketemu iringan jenazah di jalan. Dan tidak setiap kali ketemu jenazan mereka tertimpa kesialan, jadi hanya sebuah kebetulan saja setelah ketemu jenazah nasib sial menimpa, dan karna sudah terlanjur percaya terhadap mitos tersebut maka kejadian-kejadian yang sebetulnya “lumrah” saja akan dianggap sial, misalnya ban bocor.

Nah dari penelitian sederhana di atas, dapat disimpulkan bahwa ketemu iring-iringan jenazah di jalan bukanlah sebagai pertanda sebuah “kesialan”.  Kita harus melenyapkan mitos tersebut. Kasihan si mayyit, terus-terusan difitnah sebagai pembawa sial. Justru ketemu mayyit di jalan adalah sebuah “keberuntungan” karna sebagai pengingat akan diri kita sendiri bahwa kematian selalu mengintai kita.


Lebih dari itu, kalau kita mau berfikir positif kejadian ban bocor misalnya, yang menurut kita adalah sial maka itu adalah sebuah keberuntungan atau hoki untuk tukang tambal ban.  Dan sebenarnya kita sangat beruntung karna dijadikan Tuhan sebagai perantara rejeki untuk sesama.

No comments:

Post a Comment