Sisi Pandang Lain

Memahami Sesuatu dari Perspektif yang Berbeda

Friday, December 9, 2016

Makalah Pengaruh Penjajahan Belanda Dan Jepang Dalam Perjalanan Pendidikan Islam Di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG

Pemerintah kolonial Belanda menjajah Indonesia selama ± 3.5 abad yaitu mulai dari tahun 1619 M, ketika Jan Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta, dan berakhir setelah dikalahkan oleh Jepang pada tahun 1942. Selama berkuasa di Indonesia banyak kebijakan yang dikeluarkan, baik dari kebijakan politik, ekonomi, pendidikan, maupun agama, yang pasti berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda dan Jepang dalam pendidikan Islam dan pengaruhnya terhadap perjalanan pendidikan Islam di Indonesia.



B.     RUMUSAN MASALAH
     Dari pemaparan di atas, maka kami akan memaparkan permasalahan sebagai berikut :

1.      Apa saja kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda dan Jepang dalam pendidikan Islam di Indonesia  ?
2.      Bagaimana pengaruh penjajahan Belanda dan Jepang dalam perjalanan pendidikan Islam di Indonesia ?
                                              

C.     MANFAAT
1.      Kita mengetahui berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda dan Jepang dalam pendidikan Islam di Indonesia
2.      Kita mengetahui pengaruh penjajahan Belanda dan Jepang dalam perjalanan pendidikan Islam di Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN


1.      Berbagai Kebijakan Pemerintah Belanda dan Jepang Dalam Bidang Pendidikan Islam

  1. Masa penjajahan Belanda
Penakhlukan bangsa Barat atas dunia Timur dimulai dengan jalan perdagangan kemudian dengan kekuatan militer. Selama zaman penjajahan Barat itu berjalanlah proses westernisasi Indonesia. Kedatangan bangasa barat memang telah membawa kemajuan teknologi, tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil penjajahannya, bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah. Begitu pula di bidang pendidikan mereka memperkenalkan sistem dan metode baru, tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka harus mendatangkan tenaga dari Barat. Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan itu adalah westernisasi dari kristenisasi yakni untuk kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajah Barat di Indonesia selama ± 3.5 abad. Sebagai penjajah mereka menganut pikiran Machiavelli yang berisi :
1.      Agama sangat diperlukan bagi penjajah
2.      Agama dipakai untuk menjinakkan dan menakhlukkan rakyat
3.      Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh pemeluk agama yang bersangkutan digunakan untuk memecah belah mereka dan agar mereka mancari bantuan kepada pemerintah
4.      Janji dengan rakyat tidak perlu ditepati jika merugikan
5.      Tujuan dapat menghalalkan segala cara.[1]

Kebijaksanaan Belanda dalam mengatur jalannya pendidikan dimaksudkan untuk kepentingan mereka sendiri terutama untuk kepentingan Kristen. Hal ini dapat dilihat ketika Van Den Boss menjadi gubernur jenderal di Jakarta pada tahun 1983 dengan mengeluarkan kebijakan :
-          Sekolah-sekolah gereja dianggap dan diperhatikan sebagai sekolah pemerintahh
-          Departemen yang mengurusi pendidikan dan keagamaan dijadikan satu
-          Di setiap daerah karesidenan didirikan satu sekolah agama kristen.[2]

Inisiatif untuk mendirikan lembaga pendidikan yang diperuntukkan bagi penduduk pribumi adalah ketika Van Den Capellen menjabat sebagai gubernur jenderal memberikan surat edaran yang ditujukan kepada para bupati yang isinya adalah : “Dianggap penting untuk secepatnya mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka dapat dengan mudah untuk dapat mentaati undang-undang dan hukum negara yang ditetapkan Belanda.[3]
Dengan demikian jelas terlihat, meskipun Belanda mendirikan lembaga pendidikan untuk kalangan pribumi tetapi semua adalah demi kepentingan mereka semata. Pendidikan agama Islam yang berada di Pondok Pesantren, masjid dan musholla atau yang lainnya dianggap tidak membantu pemerintahan Belanda. Politik yang dijalankan pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebenarnya didasari oleh adanya rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya yaitu Kristen dan rasa kolonialisme sehingga dengan begitu mereka menerapkan peraturan dan kebijaksanaan seperti :
1.      Pada tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi beragama dan pendidikan Islam yang mereka sebut Resterraden. Dari nasehat badan inilah, maka pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya bahwa orang yang memberikan pegajaran atau pengajian agama Islam harus terlebih dahulu meminta izin kepada pemerintah Belanda.
2.      Tahun 1925 keluar lagi peraturan yang lebih ketat terhadap pendidikan agama Islam yaitu bahwa tidak semua orang kiai boleh memberikan pelajaran mengaji kecuali telah mendapat semacam rekomendasi dari pemerintah Belanda.
3.      Pada tahun 1932 keluar lagi peraturan yang berupa wewenang untuk memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izin, atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah.

Selain itu dalam Aqib Suminto yang dikutib oleh Hasbullah, pemerintan Belanda juga menempuh usaha yang mematikan kegiatan-kegiatan orang Islam, seperti dengan mempelajari ihkwal pribumi dan agama Islam yang merupakan ilmu khusus yang dikenal dengan indologi yang diperdalam di negeri Belanda.[4] Berusaha mencari celah kelemahan Islam untuk menghadapi umat Islam Indonesia, dengan mengutus Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje sarjana sastra sempat belajar tentang Islam di Universitas Laiden dan Strasbourg, kemudian melanjutkan studinya ke Mekkah selama enam bulan, dan namanya diganti Abdul Gaffar. Ia berhasil memperlajari Islam langsung dari ulama di Mekkah dan mempelajari kehidupan umat Islam Indonesia. Sekembalinya dari Mekkah ia ditugaskan membantu menyelesaikan pemberontakan santri Aceh, dengan memimpin kantor Van Inlandsch en Arabische Zaken.[5]  Atas sarannya dalam E.Gobee dan C, Andriaanse yang dikutip oleh Abudin Nata, dikeluarkan kebijaksanaan terhadap Islam di Indonesia berupa :
1.      Agar Belanda netral terhadap agama yakni tidak campur tangan dan tidak memihak kepada salah satu agama yang ada tetapi tampaknya hal ini hanya bersifat teori belaka, sebab faktanya tidaklah demikian. Menurut Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje, fanatisme Islam akan luntur sedikit demi sedikit melalui proses pendidikan secara evolusi.
2.      Pemerintah Belanda diharapkan dapat membendung masuknya Pan Islamisme yang sedang berkembang di Timur Tengah dengan jalan menghalangi masuknya buku-buku atau brosur lain ke wilayah Indonesia dan mengawasi kontak langsung dan tidak langsung tokoh-tokoh Islam Indonesia dengan tokoh luar
Bila dilihat dari beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial yang demikian ketatnya, namun kenyataannya berbicara lain. Masyarakat Islam pada waktu itu seperti air hujan dan air bah yang sulit dibendung. Selanjutnya mengenai kondisi pendidikan itu sendiri tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya, meskipun berbagai kebijaksanaan yang diterapkan pemerintah Islam sendiri pada zaman pemerintah kolonial Belanda.

  1. Masa penjajahan Jepang
Jepang menjajah Indonesia setelah mengusir pemerintah Hindia Belanda dalam Perang Dunia ke II. Mereka menguasai Indonesia pada tahun 1942, dengan membawa semboyan : Asia Timur Raya untuk Asia dan semboyan Asia Baru.
Pada babak pertamanya pemerintah Jepang menampakkan diri seakan-akan membela kepentingan Islam, yang merupakan suatu siasat untuk kepentingan Perang Dunia II.
Untuk mendekati umat Islam Indonesia mereka menempuh kebijaksanaan antara lain :
1)      Kantor Urusan Agama yang pada zaman Belanda disebut : Kantoor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh orang-orang Orientalisten Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Kantor Sumubi yang dipimpin oleh ulama Islam sendiri yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang dan di daerah-daerah dibentuk Sumuka
2)      Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
3)      Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
4)      Di samping itu pemerintah Jepang mengizinkan pembentukan barisan Hisbullah untuk memberikan latihan dasar kemiliteran bagi pemuda Islam. Barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainul Arifin.
5)      Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.
6)      Para ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis diizinkan membentuk barisan Pembela Tanah Air (Peta). Tokoh-tokoh santri dan pemuda Islam ikut dalam latihan kader militer antara lain : Sudirman, Abd.Khaliq Hasyim, Iskandar Sulaiman, Yusuf Anis, Aruji Kartawinata, Kasman Singodimejo, Mulyadi Joyomartono, Wahib Wahab, Sarbini Saiful Islam dan lain-lain. Tentara Pembela Tanah Air inilah yang menjadi inti dari TNI sekarang.
7)      Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.[6]
Karena Perang Dunia ke II menghebat dan tekanan pihak sekutu kepada Jepang makin hebat, Jepang mengalami krisis sehingga Jepang menampakkan diri sebagai penjajah yang sewenang-wenang daripada penjajah Belanda. Kekayaan bumi Indonesia dikumpulkan secara paksa untuk membiayai perang Asia Timur Raya, sehingga rakyat berkurang sandang dan pangan.[7]  Sekolah-sekolah zaman Belanda diganti sistem Jepang, segala daya upaya ditujukan untuk kepentingan perang. Kegiatan sekolah antara lain :
1.      Mengumpulkan batu, pasir, untuk kepentingan perang
2.      Membersihkan bengkel-bengkel, asrama militer
3.      Menanam ubi-ubian, sayur-sayuran di pekarangan sekolah untuk persediaan makanan.
Sikap penjajah Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas ketimbang penjajahan kolonial Belanda, karena Jepang tidak terlalu menghiraukan kepentingan agama.[8]


2.      Pengaruh Penjajahan Belanda dan Jepang dalam Perjalanan Pendidikan Islam di Indonesia


a)      Penjajahan Belanda
Dalam pendidikan pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan yang berkembang di dunia Barat dan sedikit banyak mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia, yaitu Pesantren. Padahal diketahui bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan formal di Indonesia sebelum adanya kolonial Belanda, justru sangat berbeda dalam sistem dan pengelolaannya dengan sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda.[9]
Hal ini dapat dilihat dari terpecahnya dunia pendidikan di Indonesia pada abad 20 M menjadi 2 golongan :
1)      Pendidikan yang diberikan oleh sekolah Barat yang sekuler yang tidak mengenal ajaran agama
2)      Pendidikan yang diberikan oleh pondok pesantren yang hanya mengenal agama saja.
Dengan terpecahnya dunia pendidikan menjadi 2 corak yang sangat berbeda, tentunya tidak akan mendatangkan keuntungan bagi perkembangan masyarakat Indonesia di masa yang akan dating, bahkan akan merugikan masyarakat muslim sendiri. Di satu sisi dipandang perlu untuk mengetahui perkembangan dunia luar dan teknologi, di sisi lain juga diperlukan pemahaman keagamaan yaitu dengan pendidikan pesantren. Karena sekolah pesantren memerlukan biaya yang tinggi dan untuk sekolah Belanda hanya orang-orang dari kalangan tertentu yang bisa mengikutinya, maka sebagian di antara rakyat Indonesia masih ada yang tidak bias baca tulis karena tidak mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan.[10]  
Dalam hal ini muncul kesadaran dari pendidikan Islam ulama-ulama yang pada waktu itu juga menyadari bahwa sistem pendidikan tradisional dan langgar tidak lagi sesuai dengan iklim pada masa itu. Maka dirasakanlah akan pentingnya memberikan pendidikan secara teratur di madrasah atau sekolah secara teratur. Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dengan pembaruan di bidang sosial dan kebudayaan berdasarkan tradisi Islam Al-Qur’an dan Hadits yang dibangkitkan kembali dengan menggunakan ilmu-ilmu Barat.[11]  Dengan memasukkan ilmu-ilmu Barat ke dalam kurikulum, sehingga muncul corak pendidikan ketiga yaitu sintesis yang muncul bersamaan dengan lahirnya madrasah-madrasah yang berkelas yang muncul sejak tahun 1905 [12]  yang dipelopori oleh para pembaharu Islam.
Dari uraian di atas ditegaskan bahwa peda pada periode Indonesia merdeka terdapat corak pengembangan pendidikan Islam yaitu :
1.      Isolatif – Tradisional, dalam arti tidak mau menerima apa saja yang berbau colonial Barat dan terhambatnya pengaruh pemikiran Islam modern.
2.      Sintesis, yaitu mempertemukan antara corak lama pondok pesantren dan corak baru model pendidikan kolonial yang berwujud sekolah atau madrasah. Corak pendidikan ini mengandung beberapa variasi pola pendidikan Islam yaitu :
a)      Pola pendidikan madrasah mengikuti format pendidikan Barat terutama dalam pengajaran klasikal, tetapi isi pendidikan lebih menonjolkan ilmu agama.
b)      Mengutamakan pelajaran agama tetapi pelajaran umum diberikan secara terbatas
c)      Pola pendidikan madrasah yang menggabungkan antara muatan keagamaan dan non keagamaan secara seimbang.
d)     Pola pendidikan sekolah yang mengikuti pola gubernamen dengan ditambah beberapa mata pelajaran agama.  
Terjadinya perubahan corak pendidikan di atas yaitu semenjak dikeluarkannya peraturan oleh Belanda setelah muncul gerakan nasionalisme Islamisme pada tahun 1920 M, dengan gerakan Sumpah Pemuda.[13]
Sistem madrasah yang baru dikenal pada permulaan abad 20 ini membawa pembaruan antara lain :
a.       Perubahan sistem pengajaran dari perorangan atau sorogan menjadi klasikal
b.      Pengajaran pengetahuan umum di samping pengetahuan agama dan bahasa Arab.[14]
Pada periode ini sistem pendidikan madrasah sudah dikenal hampir di diseluruh wilayah Indonesia baik yang didirikan dengan usaha pribadi atau organisasi Islam, dari tingkat rendah sampai tinggi, beraneka bentuk, jenjang dan tingkatan serta ketidak seragaman kurikulum. Meskipun demikian pemerintah Belanda berusaha semaksimal mungkin menghalangi pendidikan madrasah.


b)      Penjajahan Jepang
Sikap penjajah Jepang terhadap pendidikan Islam lebih lunak, ruang gerak pendidikan Islam lebih luas, kesetaraan pendidikan penduduk pribumi, diajarkan ilmu bela diri, didirikan lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran, tempat-tempat ibadah, lembaga-lembaga pendidikan, anak-anak diperbolehkan untuk belajar agama dan mengaji.




KESIMPULAN



1.      Berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda dalam pendidikan Islam bertujuan untuk membatasi pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia, sebaliknya kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Jepang sangat lunak terhadap pendidikan Islam di Indonesia, meskipun tujuannya untuk mengambil simpati rakyat Indonesia.

2.      Penjajahan Belanda dan Jepang berpengaruh pada pendidikan Islam di Indonesia, dengan kebijakan yang ketat akhirnya membangkitkan semangat nasionalisme para pemuda Indonesia dan sistem pendidikan yang dibawa oleh Belanda dapat diadopsi dan digunakan untuk pembaruan sistem pendidikan Islam di Indonesia yaitu dengan cara sintesis. Sedangkan pengaruh Jepang terhadap pendidikan Islam sangat baik Karena Jepang lunak terhadap pendidikan Islam, membiarkan pendidikan Islam berkembang.




DAFTAR PUSTAKA




Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Lintas Pertumbuhan dan Perkembangan. 1999. Jakarta : PT.RaJa Grafindo Persada


Ismail, Chadijah. Sejarah Pendidikan Islam. 1999. Padang : IAIN Press


Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. 2007. Jakarta : Pustaka Pelajar


Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. 2007. Jakarta : Kencana


Suryanegara, Ahmad Mansur. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. 1998. Jakarta :  Mizan


Zuhairi dkk. Sejarah Pendidikan Islam. 1992. Jakarta : Bumi Aksara


Zuhri, Zainuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangan di Indonesia. 1978. Bandung : PT.Al-Ma’arif



[1]. Zainuddin Zuhri. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangan di Indonesia. Bandung : PT.Al-Ma’arif.1978.h.532
[2]. Samsul Nizar. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana. 2007.h.307            
     [3].Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta : PT.Raja Grafindo,Persada.1999.h,51-52
     [4]. Ibid h.52-53
[5]. Ahmad Mansur Suryanegara. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Jakarta : Mizan.1998.h.136
[6]. Zuhaini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.1992.h.150-151
[7]. Ibid h.152
[8]. Hasbullah. Op.Cit.h.63
[9]Ibid. h.14
[10]. Samsul Nizar. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana. 2007.h.299
[11]. Chadijah Ismail. Sejarah Pendidikan Islam. Padang : IAIN Press.1999.h.78
     [12]. Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Jakarta : Pustaka Pelajar.2004.h.71
     [13]. Samsul, Nizar. Op.Cit.h.305          
     [14].Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta : PT.Raja Grafindo,Persada.1999.h,51-52

No comments:

Post a Comment