BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pemerintah kolonial Belanda menjajah Indonesia selama
± 3.5 abad yaitu mulai dari tahun 1619 M, ketika Jan Pieter Zoon Coen menduduki
Jakarta, dan berakhir setelah dikalahkan oleh Jepang pada tahun 1942. Selama
berkuasa di Indonesia banyak
kebijakan yang dikeluarkan, baik dari kebijakan politik, ekonomi, pendidikan,
maupun agama, yang pasti berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia .
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah Belanda dan Jepang dalam pendidikan Islam dan pengaruhnya
terhadap perjalanan pendidikan Islam di Indonesia.
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari
pemaparan di atas, maka kami akan memaparkan permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa saja kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah Belanda dan Jepang dalam pendidikan Islam di Indonesia ?
2.
Bagaimana pengaruh penjajahan
Belanda dan Jepang dalam perjalanan pendidikan Islam di Indonesia ?
C.
MANFAAT
1.
Kita mengetahui berbagai kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda dan Jepang dalam pendidikan Islam di
Indonesia
2.
Kita mengetahui pengaruh
penjajahan Belanda dan Jepang dalam perjalanan pendidikan Islam di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Berbagai Kebijakan Pemerintah Belanda dan Jepang Dalam Bidang Pendidikan
Islam
- Masa penjajahan Belanda
Penakhlukan bangsa Barat atas dunia Timur dimulai
dengan jalan perdagangan kemudian dengan kekuatan militer. Selama zaman
penjajahan Barat itu berjalanlah proses westernisasi Indonesia . Kedatangan bangasa barat
memang telah membawa kemajuan teknologi, tetapi tujuannya adalah untuk
meningkatkan hasil penjajahannya, bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah.
Begitu pula di bidang pendidikan mereka memperkenalkan sistem dan metode baru,
tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka
dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka harus mendatangkan tenaga
dari Barat. Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan itu adalah
westernisasi dari kristenisasi yakni untuk kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif
inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajah Barat di Indonesia selama ± 3.5
abad. Sebagai penjajah mereka menganut pikiran Machiavelli yang berisi :
1.
Agama sangat diperlukan bagi
penjajah
2.
Agama dipakai untuk menjinakkan dan
menakhlukkan rakyat
3.
Setiap aliran agama yang dianggap palsu
oleh pemeluk agama yang bersangkutan digunakan untuk memecah belah mereka dan
agar mereka mancari bantuan kepada pemerintah
4.
Janji dengan rakyat tidak perlu
ditepati jika merugikan
Kebijaksanaan Belanda dalam mengatur jalannya pendidikan
dimaksudkan untuk kepentingan mereka sendiri terutama untuk kepentingan Kristen.
Hal ini dapat dilihat ketika Van Den Boss menjadi gubernur jenderal di Jakarta pada tahun 1983
dengan mengeluarkan kebijakan :
-
Sekolah-sekolah gereja dianggap dan
diperhatikan sebagai sekolah pemerintahh
-
Departemen yang mengurusi
pendidikan dan keagamaan dijadikan satu
Inisiatif untuk mendirikan lembaga pendidikan yang
diperuntukkan bagi penduduk pribumi adalah ketika Van Den Capellen menjabat
sebagai gubernur jenderal memberikan surat edaran yang ditujukan kepada para
bupati yang isinya adalah : “Dianggap penting untuk secepatnya mengadakan peraturan
pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan membaca dan menulis bagi penduduk
pribumi agar mereka dapat dengan mudah untuk dapat mentaati undang-undang dan hukum
negara yang ditetapkan Belanda.[3]
Dengan demikian jelas terlihat, meskipun Belanda mendirikan
lembaga pendidikan untuk kalangan pribumi tetapi semua adalah demi kepentingan mereka
semata. Pendidikan agama Islam yang berada di Pondok Pesantren, masjid dan
musholla atau yang lainnya dianggap tidak membantu pemerintahan Belanda.
Politik yang dijalankan pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas beragama
Islam sebenarnya didasari oleh adanya rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya
yaitu Kristen dan rasa kolonialisme sehingga dengan begitu mereka menerapkan
peraturan dan kebijaksanaan seperti :
1.
Pada tahun 1882 pemerintah Belanda
membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi beragama dan pendidikan Islam
yang mereka sebut Resterraden. Dari nasehat badan inilah, maka pada tahun 1905
pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya bahwa orang yang
memberikan pegajaran atau pengajian agama Islam harus terlebih dahulu meminta
izin kepada pemerintah Belanda.
2.
Tahun 1925 keluar lagi peraturan
yang lebih ketat terhadap pendidikan agama Islam yaitu bahwa tidak semua orang
kiai boleh memberikan pelajaran mengaji kecuali telah mendapat semacam
rekomendasi dari pemerintah Belanda.
3.
Pada tahun 1932 keluar lagi
peraturan yang berupa wewenang untuk memberantas dan menutup madrasah dan
sekolah yang tidak ada izin, atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh
pemerintah.
Selain itu dalam Aqib Suminto yang dikutib oleh Hasbullah,
pemerintan Belanda juga menempuh usaha yang mematikan kegiatan-kegiatan orang
Islam, seperti dengan mempelajari ihkwal pribumi dan agama Islam yang merupakan
ilmu khusus yang dikenal dengan indologi yang diperdalam di negeri Belanda.[4]
Berusaha mencari celah kelemahan Islam untuk menghadapi umat Islam Indonesia ,
dengan mengutus Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje sarjana sastra sempat
belajar tentang Islam di Universitas Laiden dan Strasbourg, kemudian
melanjutkan studinya ke Mekkah selama enam bulan, dan namanya diganti Abdul Gaffar.
Ia berhasil memperlajari Islam langsung dari ulama di Mekkah dan mempelajari kehidupan
umat Islam Indonesia .
Sekembalinya dari Mekkah ia ditugaskan membantu menyelesaikan pemberontakan
santri Aceh, dengan memimpin kantor Van Inlandsch en Arabische Zaken.[5] Atas sarannya dalam E.Gobee dan C, Andriaanse
yang dikutip oleh Abudin Nata, dikeluarkan kebijaksanaan terhadap Islam di Indonesia
berupa :
1.
Agar Belanda netral terhadap agama
yakni tidak campur tangan dan tidak memihak kepada salah satu agama yang ada
tetapi tampaknya hal ini hanya bersifat teori belaka, sebab faktanya tidaklah
demikian. Menurut Prof. Dr. Christian Snouck Hurgronje, fanatisme Islam akan
luntur sedikit demi sedikit melalui proses pendidikan secara evolusi.
2.
Pemerintah Belanda diharapkan
dapat membendung masuknya Pan Islamisme yang sedang berkembang di Timur Tengah dengan
jalan menghalangi masuknya buku-buku atau brosur lain ke wilayah Indonesia dan mengawasi kontak langsung dan
tidak langsung tokoh-tokoh Islam Indonesia dengan tokoh luar
Bila dilihat dari beberapa kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah kolonial yang demikian ketatnya, namun kenyataannya berbicara
lain. Masyarakat Islam pada waktu itu seperti air hujan dan air bah yang sulit
dibendung. Selanjutnya mengenai kondisi pendidikan itu sendiri tumbuh dan
berkembang sebagaimana adanya, meskipun berbagai kebijaksanaan yang diterapkan
pemerintah Islam sendiri pada zaman pemerintah kolonial Belanda.
- Masa penjajahan Jepang
Jepang menjajah Indonesia setelah mengusir pemerintah
Hindia Belanda dalam Perang Dunia ke II. Mereka menguasai Indonesia pada tahun 1942, dengan membawa
semboyan : Asia Timur Raya untuk Asia dan
semboyan Asia Baru.
Pada babak pertamanya pemerintah Jepang menampakkan diri
seakan-akan membela kepentingan Islam, yang merupakan suatu siasat untuk
kepentingan Perang Dunia II.
Untuk mendekati umat Islam Indonesia mereka menempuh kebijaksanaan
antara lain :
1)
Kantor Urusan Agama yang pada
zaman Belanda disebut : Kantoor Voor Islamistische Saken yang dipimpin oleh orang-orang
Orientalisten Belanda, diubah oleh Jepang menjadi Kantor Sumubi yang dipimpin
oleh ulama Islam sendiri yaitu K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang dan di daerah-daerah
dibentuk Sumuka
2)
Pondok pesantren yang besar-besar sering
mendapat kunjungan dan bantuan dari pembesar-pembesar Jepang.
3)
Sekolah negeri diberi pelajaran
budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
4)
Di samping itu pemerintah Jepang
mengizinkan pembentukan barisan Hisbullah untuk memberikan latihan dasar
kemiliteran bagi pemuda Islam. Barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainul Arifin.
5)
Pemerintah Jepang mengizinkan
berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin oleh K.H. Wahid
Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.
6)
Para
ulama Islam bekerja sama dengan pemimpin-pemimpin nasionalis diizinkan membentuk
barisan Pembela Tanah Air (Peta). Tokoh-tokoh santri dan pemuda Islam ikut dalam
latihan kader militer antara lain : Sudirman, Abd.Khaliq Hasyim, Iskandar Sulaiman,
Yusuf Anis, Aruji Kartawinata, Kasman Singodimejo, Mulyadi Joyomartono, Wahib Wahab,
Sarbini Saiful Islam dan lain-lain. Tentara Pembela Tanah Air inilah yang
menjadi inti dari TNI sekarang.
7)
Umat Islam diizinkan meneruskan organisasi
persatuan yang disebut Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang bersifat kemasyarakatan.[6]
Karena Perang Dunia ke II menghebat dan tekanan pihak sekutu
kepada Jepang makin hebat, Jepang mengalami krisis sehingga Jepang menampakkan
diri sebagai penjajah yang sewenang-wenang daripada penjajah Belanda. Kekayaan
bumi Indonesia
dikumpulkan secara paksa untuk membiayai perang Asia Timur Raya, sehingga rakyat
berkurang sandang dan pangan.[7] Sekolah-sekolah zaman Belanda diganti sistem Jepang,
segala daya upaya ditujukan untuk kepentingan perang. Kegiatan sekolah antara
lain :
1.
Mengumpulkan batu, pasir, untuk
kepentingan perang
2.
Membersihkan bengkel-bengkel,
asrama militer
3.
Menanam ubi-ubian, sayur-sayuran
di pekarangan sekolah untuk persediaan makanan.
Sikap penjajah Jepang terhadap pendidikan Islam ternyata lebih lunak,
sehingga ruang gerak pendidikan Islam lebih bebas ketimbang penjajahan kolonial
Belanda, karena Jepang tidak terlalu menghiraukan kepentingan agama.[8]
2. Pengaruh Penjajahan
Belanda dan Jepang dalam Perjalanan Pendidikan Islam di Indonesia
a)
Penjajahan Belanda
Dalam pendidikan pemerintah kolonial Belanda
memperkenalkan sekolah-sekolah modern menurut sistem persekolahan yang
berkembang di dunia Barat dan sedikit banyak mempengaruhi sistem pendidikan di Indonesia ,
yaitu Pesantren. Padahal diketahui bahwa pesantren merupakan satu-satunya lembaga
pendidikan formal di Indonesia sebelum adanya kolonial Belanda, justru sangat
berbeda dalam sistem dan pengelolaannya dengan sekolah yang diperkenalkan oleh
Belanda.[9]
Hal ini dapat dilihat dari terpecahnya dunia
pendidikan di Indonesia
pada abad 20 M menjadi 2 golongan :
1)
Pendidikan yang diberikan oleh
sekolah Barat yang sekuler yang tidak mengenal ajaran agama
2)
Pendidikan yang diberikan oleh
pondok pesantren yang hanya mengenal agama saja.
Dengan terpecahnya dunia pendidikan menjadi 2 corak
yang sangat berbeda, tentunya tidak akan mendatangkan keuntungan bagi
perkembangan masyarakat Indonesia
di masa yang akan dating, bahkan akan merugikan masyarakat muslim sendiri. Di
satu sisi dipandang perlu untuk mengetahui perkembangan dunia luar dan
teknologi, di sisi lain juga diperlukan pemahaman keagamaan yaitu dengan
pendidikan pesantren. Karena sekolah pesantren memerlukan biaya yang tinggi dan
untuk sekolah Belanda hanya orang-orang dari kalangan tertentu yang bisa
mengikutinya, maka sebagian di antara rakyat Indonesia masih ada yang tidak bias
baca tulis karena tidak mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan.[10]
Dalam hal ini muncul kesadaran dari pendidikan Islam ulama-ulama
yang pada waktu itu juga menyadari bahwa sistem pendidikan tradisional dan
langgar tidak lagi sesuai dengan iklim pada masa itu. Maka dirasakanlah akan
pentingnya memberikan pendidikan secara teratur di madrasah atau sekolah secara
teratur. Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dengan pembaruan di bidang sosial dan
kebudayaan berdasarkan tradisi Islam Al-Qur’an dan Hadits yang dibangkitkan
kembali dengan menggunakan ilmu-ilmu Barat.[11] Dengan memasukkan ilmu-ilmu Barat ke dalam kurikulum,
sehingga muncul corak pendidikan ketiga yaitu sintesis yang muncul bersamaan
dengan lahirnya madrasah-madrasah yang berkelas yang muncul sejak tahun 1905 [12] yang dipelopori oleh para pembaharu Islam.
Dari uraian di atas ditegaskan bahwa peda pada periode
Indonesia
merdeka terdapat corak pengembangan pendidikan Islam yaitu :
1.
Isolatif – Tradisional, dalam arti
tidak mau menerima apa saja yang berbau colonial Barat dan terhambatnya
pengaruh pemikiran Islam modern.
2.
Sintesis, yaitu mempertemukan
antara corak lama pondok pesantren dan corak baru model pendidikan kolonial
yang berwujud sekolah atau madrasah. Corak pendidikan ini mengandung beberapa
variasi pola pendidikan Islam yaitu :
a)
Pola pendidikan madrasah mengikuti
format pendidikan Barat terutama dalam pengajaran klasikal, tetapi isi
pendidikan lebih menonjolkan ilmu agama.
b)
Mengutamakan pelajaran agama
tetapi pelajaran umum diberikan secara terbatas
c)
Pola pendidikan madrasah yang
menggabungkan antara muatan keagamaan dan non keagamaan secara seimbang.
d)
Pola pendidikan sekolah yang
mengikuti pola gubernamen dengan ditambah beberapa mata pelajaran agama.
Terjadinya perubahan corak pendidikan di atas yaitu
semenjak dikeluarkannya peraturan oleh Belanda setelah muncul gerakan nasionalisme
Islamisme pada tahun 1920 M, dengan gerakan Sumpah Pemuda.[13]
Sistem madrasah yang baru dikenal pada permulaan abad
20 ini membawa pembaruan antara lain :
a.
Perubahan sistem pengajaran dari
perorangan atau sorogan menjadi klasikal
Pada periode ini sistem pendidikan madrasah sudah
dikenal hampir di diseluruh wilayah Indonesia baik yang didirikan
dengan usaha pribadi atau organisasi Islam, dari tingkat rendah sampai tinggi,
beraneka bentuk, jenjang dan tingkatan serta ketidak seragaman kurikulum.
Meskipun demikian pemerintah Belanda berusaha semaksimal mungkin menghalangi
pendidikan madrasah.
b)
Penjajahan Jepang
Sikap penjajah Jepang terhadap pendidikan Islam lebih
lunak, ruang gerak pendidikan Islam lebih luas, kesetaraan pendidikan penduduk
pribumi, diajarkan ilmu bela diri, didirikan lembaga-lembaga pendidikan dan pengajaran,
tempat-tempat ibadah, lembaga-lembaga pendidikan, anak-anak diperbolehkan untuk
belajar agama dan mengaji.
KESIMPULAN
1.
Berbagai kebijakan yang
dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda dalam pendidikan Islam bertujuan untuk
membatasi pertumbuhan pendidikan Islam di Indonesia, sebaliknya kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah Jepang sangat lunak terhadap pendidikan Islam di Indonesia,
meskipun tujuannya untuk mengambil simpati rakyat Indonesia.
2.
Penjajahan Belanda dan Jepang berpengaruh
pada pendidikan Islam di Indonesia, dengan kebijakan yang ketat akhirnya
membangkitkan semangat nasionalisme para pemuda Indonesia dan sistem pendidikan
yang dibawa oleh Belanda dapat diadopsi dan digunakan untuk pembaruan sistem
pendidikan Islam di Indonesia yaitu dengan cara sintesis. Sedangkan pengaruh
Jepang terhadap pendidikan Islam sangat baik Karena Jepang lunak terhadap
pendidikan Islam, membiarkan pendidikan Islam berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Lintas Pertumbuhan dan
Perkembangan. 1999. Jakarta
: PT.RaJa Grafindo Persada
Ismail, Chadijah. Sejarah Pendidikan Islam. 1999. Padang : IAIN Press
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. 2007. Jakarta : Pustaka Pelajar
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam. 2007. Jakarta : Kencana
Suryanegara, Ahmad Mansur. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam
di Indonesia. 1998. Jakarta
: Mizan
Zuhairi dkk. Sejarah Pendidikan
Islam. 1992. Jakarta
: Bumi Aksara
Zuhri, Zainuddin. Sejarah
Kebangkitan Islam dan Perkembangan di Indonesia. 1978. Bandung : PT.Al-Ma’arif
No comments:
Post a Comment