Saya berharap
pembaca jangan tertawa terlalu keras, cukup tersenyum sinis saja, karna saya
yang notabene hanya anak desa lulusan Madrasah Aliyah ini akan memberanikan
diri menyanggah sebuah tulisan dari seorang Profesor, Asisten Profesor di
Universitas Notre Dame, Amerika Serikat, tepatnya Profesor Mun’im Sirry.
Sebelumnya saya
tidak pernah membaca tulisan-tulisan beliau, karna artikel yang berjudul Mitos
Seputar Biografi Nabi Muhammad [Renungan Maulid] dan dimuat di laman http://geotimes.co.id/ ini saya lihat secara
tidak sengaja dari tautan yang dibagikan oleh seoran teman di beranda Facebooknya
pada hari Jum’at, tgl 9 Desember 2016.
Karna judulnya menarik maka saya pun membacanya sampai usai, tak
terkecuali membaca juga komentar dari para pembaca yang tentu ada yang pro dan
ada yang kontra.
Saya sangat
menghargai analisa logika dari tulisan seorang Profesor yang tidak mengetahui
tanggal lahirnya sendiri ini, pengakuan ini ditulis di prolog artikel yang
menceritakan bahwa tanggal lahirnya lupa diabadikan oleh orang tua beliau yang
berakibat tanggal ulang tahunnya akhirnya diawur oleh gurunya untuk kepentingan
sekolah. Menurut asumsi saya untuk ukuran seorang Profesor sebenarnya hari
lahir tersebut mestinya masih bisa dilacak, entah dengan metode apa saya tidak
tahu persisnya, karna sekali lagi saya tidak dari kalangan akademisi, saya
hanya blogger kampung.
Kembali ke
topik, dalam tulisannya Profesor Mun’im Sirry dengan terus terang
meragukan biografi seorang tokoh besar dunia Nabi Muhammad SAW. Profesor
terlihat mewanti-wanti dengan mengatakan bahwa kritiknya terhadap biografi nabi
tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan figur Nabi Muhammad, tulisannya itu
semata hanya meninjau dari sisi
historis, sejauh mana keakuratan sejarah tanggal kelahiran nabi yang sudah ribuan tahun berlalu
itu. Lucu kalau saya pikir, alih-alih bermaksud membuat sebuah “renungan
maulid”, saya pikir tulisan beliau ini malah menimbulkan sebuah “kebingungan”. Tidak
ada urgensinya menurut saya.
Di sini saya mencoba mengingatkan kepada profesor,
hanya mengingatkan lho ya, karna anak kemaren sore seperti saya tidak ada
kapasitas untuk menceramahi apalagi mengkuliahi seorang profesor dengan
argumen-argumen saya. Barangkali profesor lupa karna saking banyaknya
hal yang harus direkam di memori beliau.
Sesuatu hal yang
mungkin profesor lupa adalah bahwa semua ilmu itu cacat, kecuali ilmu Sang Maha
Ilmu, yakni Allah SWT. Dengan analisis
keilmuan sejarah profesor dengan entengnya menafikkan tanggal lahir nabi muhammad
dan juga memakai kata “mitos” yang itu berarti sejarah tanggal dan
momentum kelahiran nabi sangat jauh dari kebenaran bila mengacu kepada kata “mitos”
yang dipakai.
Lebih jauh,
profesor menyebut bahwa para penulis awal biografi nabi terlalu mengada-ngada
dan mengarang kemukjijatan kelahiran nabi dengan maksud agar momen kelahiran
nabi terlihat sepesial atau istemewa. Sungguh
itu terlalu tendensius dan tidak mendasar menurut saya. Hanya karna profesor sekarang hidup di jaman
dan di negara modern tidak lantas bisa dengan gampang meruntuhkan sebuah
sejarah yang terdahulu.
Mungkin profesor
juga lupa bahwa tidak semua hal bisa dijelaskan dan dibuktikan secara ilmiah
dengan kemajuan ilmu pengetahuan saat ini.
Sama seperti sains yang sampai detik ini belum bisa menjelaskan bagaimana
penciptaan Candi Prambanan, Borobudur, atau Piramid Mesir kecuali hanya sebatas
hipotesa belaka yang masih terus diperdebatkan.
Mereka para
pendahulu yang sudah mencatatkan biografi nabi Muhammad dengan sanad yang
shohih mungkin memang tidak punya master data, tidak punya akta kelahiran nabi
untuk pembuktian secara kajian historis, Tapi mereka tentulah memiliki tanggung
jawab moral yang sangat besar sehingga tidak dengan mudah mengarang dan memilih
tanggal juga tahun kelahiran Nabi yang agung.
Mereka pastinya memiliki kemakrifatan yang lebih tajam daripada hanya
sebuah CPU Super Komputer sekalipun.
Yang terakhir,
mungkin profesor lupa bahwa nabi Muhammad adalah manusia pilihan Tuhan yang
diutus sebagai duta Allah dengan segala keistimewaannya. Dengan keyakinan
profesor sebagai muslim seharusnya YAKIN se YAKIN YAKIN nya bahwa momen
kelahiran seorang Rasul Allah yang terakhir ini tidak mungkin dengan mudah akan
dikaburkan atau dikarang-karang oleh manusia lainnya, Allah pasti
memelihara momentum itu.
Persoalan
biografi itu bertentangan dengan kajian historis dan data ilmiah maka seyogyanya
tidaklah terlalu dirisaukan dan dipaksakan untuk meninjau ulang biografi kelahiran
nabi dan sampai menyebut sebagai “mitos”.
Karna metode penulisan sejarah
dahulu tidak harus dipaksakan sama dengan metode yang profesor pakai. Lebih dari itu, ada dimensi-dimensi lain yang
lebih bisa dijadikan rujukan daripada sekedar data sejarah, karna data sejarah
sekaliun tidak bisa 100 % valid. Tidak akan
ada yang bisa mengkonfirmasi kebenaran dari sebuah sejarah kecuali kita menyewa
mesin waktu dan kembali ke masa lalu.
TAPI khusus untuk biografi nabi seyogyanya sebagai umat Islam haruslah
tidak meragukan apalagi dengan menyebut “mitos” WALLAHU A’LAM.
Tulisan ini
menjadi penting karna apa ? karna penulisnya adalah seorang profesor yang
banyak orang bertaklid atasnya. Dan ketika profesor memulai meragukan biografi
kelahiran nabi maka efek domino pasti akan muncul ke sejarah kehidupan nabi
yang lainnya.
Bagi pembaca
yang belum sempat membaca tulisan profesor Mun’im Sirry dapat dibaca seperti di
bawah ini yang saya copy paste dari artikelnya di laman :
http://geotimes.co.id/mitos-seputar-biografi-nabi-muhammad-renungan-maulid/
Mitos Seputar Biografi Nabi
Muhammad [Renungan Maulid]
Saya lahir di
sebuah kampung di Madura. Kedua orangtua sangat yakin bahwa saya lahir di pagi
hari Kamis. Yang mereka tidak tahu, apalagi yakin, ialah tanggal berapa saya
lahir. Ketika ditanya untuk kebutuhan sekolah, kedua orangtua saya mengatakan
pernah menulis tanggal lahir di pintu rumah yang, sayangnya, sudah lama
terhapus. Jadi, tanggal yang sekarang tertera di paspor sebenarnya dibuat oleh
guru saya di SD dulu.
Kisah nyata ini
terjadi di abad ke-20 di Indonesia yang sudah tersedia segala peralatan untuk
mencatat. Bayangkan kelahiran Nabi Muhammad di suatu daerah terpencil di
jarizah Arabia abad ke-6 di mana tak ada kertas atau bahan lain untuk mencatat.
Masyarakat Arabia saat itu juga tidak terbiasa menulis. Seberapa yakinkah kita
bahwa Nabi lahir pada 12 Rabi’ul Awal? Sumber-sumber Muslim awal tidak menyebut
tahun berapa Nabi lahir, kecuali sebutan “tahun gajah”, merujuk pada peristiwa
penyerangan tentara Abrahah dari Yaman ke kota Mekkah.
Pertanyaan
“seberapa yakinkah” perlu dicarikan jawabannya dari kitab-kitab sejarah.
Persoalannya, kita tak punya kitab-kitab sejarah yang bisa memberikan jawaban
meyakinkan kapan Nabi Muhammad lahir karena ditulis jauh belakangan dari
peristiwa yang hendak direkamnya.
Kitab biografi
Nabi paling awal yang sampai kepada kita sekarang ditulis oleh Ibnu Ishaq (w.
767), yang hidup lebih dari seratus tahun setelah Nabi wafat. Kitab Ibnu Ishaq
itu pun tidak bisa dilacak pada karyanya langsung, melainkan hasil suntingan
Ibnu Hisyam (w. 834) yang hidup di awal abad ke-9. Dalam kajian kritik
historis, kitab Ibnu Ishaq itu tidak lulus tes paling dasar sebagai sumber
sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Sebagai renungan
maulid Nabi, tulisan ini hendak menyingkap berbagai persoalan dalam biografi
Nabi Muhammad, sebagaimana dinarasikan kitab-kitab Muslim tradisional.
Kronologi
Hidup Nabi dan Problemnya
Perlu disebutkan
di awal, tulisan ini tak ada hubungan dengan figur kanjeng Nabi sebagai idola
dan panutan kita, umat Islam. Jika kita mempertanyakan beberapa aspek riwayat
hidup beliau, hal itu semata-mata dari sudut pandang sejarah dan tak mengurangi
keagungan Nabi. Apakah anasir tulisan ini benar atau tidak, Nabi Muhammad tetap
merupakan sumber inspirasi dan teladan kaum Muslim. Tak ada keraguan soal itu.
Dalam sumber-sumber
Muslim tradisional, Nabi digambarkan lahir pada 12 Rabi’ul awal tahun gajah,
bertepatan dengan tahun 570 M. Beliau menerima wahyu pada usia 40 tahun.
Setelah tiga belas tahun berdakwah di Mekkah, Nabi hijrah ke Madinah
(sebelumnya disebut Yatsrib). Setelah sukses dalam dakwahnya di Madinah selama
sepuluh tahun, beliau meninggal pada 632 dalam usia 63 tahun.
Dalam kisah
detail biografi Nabi Muhammad memang terdapat perbedaan pendapat. Tetapi, garis
besar atau kronologi di atas disepakati. Namun, dari sudut pandang sejarah,
kronologi di atas pun sebenarnya bermasalah.
Karena
keterbatasan ruang, tulisan ini akan fokus pada soal kelahiran Nabi. Benarkah
Nabi lahir pada tahun gajah? Kapan tahun gajah itu terjadi? Sebagaimana
disebutkan di atas, penyebutan “tahun gajah” merujuk pada peristiwa penyerangan
tentara Abrahah ke kota Mekkah untuk menghancurkan Ka’bah. Dalam literatur
Muslim tradisional, peristiwa itu dikaitkan dengan al-Qur’an surat al-Fil
(surat gajah).
Setelah berhasil
membangun katedral di San’a, Yaman, Abrahah berambisi menjadikan katedral itu
pusat ziarah bagi seluruh orang Arab. Namun, kenyataannya, katedralnya masih
kalah populer dengan Ka’bah, yang menjadi tempat patung-patung sembahan banyak
suku Arab.
Untuk mewujudkan
ambisinya itu, tak ada jalan lain kecuali menghancurkan Ka’bah itu sendiri.
Namun ketika mendekat, tiba-tiba pasukan bergajah tersebut diserang oleh
burung-burung yang menghujani mereka dengan batu hingga berantakan.
Pada momen
bersejarah itulah Nabi Muhammad lahir, sehingga kerap disebut lahir pada ‘am
al-fil (tahun gajah). Persoalannya, kitab-kitab yang menggambarkan
kelahiran Nabi pada tahun gajah ditulis sangat belakangan, lebih dari satu abad
setelah wafatnya Nabi.
Sebagian orang
akan berargumen, bukankah sejarah hidup Nabi ditransmisikan atau diriwayatkan
hingga ke zaman Nabi? Dengan kata lain, walaupun ditulis belakangan, kita bisa
pilih mana riwayat tentang biografi Nabi yang shahih/benar?
Saya tidak
percaya bahwa penelitian riwayat dapat mengantarkan kita pada kebenaran
historis. Tapi, jikapun argumen tradisional di atas diterima, kita dihadapkan
pada persoalan yang lebih rumit. Yakni, temuan sumber-sumber dokumenter tentang
penyerangan tentara penunggang gajah itu ternyata tidak mengonfirmasi
nomenklatur Muslim.
Beberapa tulisan
prasasti yang ditemukan di sumur Muraighan, Yaman, mengindikasikan penyerangan
Abrahah terjadi pada 552. Hal itu berarti peristiwa penyerangan tentara
bergajah terjadi sekitar dua puluh tahun sebelum Nabi Muhammad lahir.
Juga, kronika
Yunani yang ditulis oleh Prokopios menyebutkan, tahun gajah itu terjadi sekitar
552. Banyak studi terhadap sumber-sumber pra-Islam cenderung membenarkan bahwa
penyerangan itu terjadi sekitar 550-an.
Lalu, kenapa
para penulis Muslim menyebut kelahiran Nabi pada tahun gajah? Saya kira,
peristiwa ajaib itu paling mudah diingat orang Arab. Cerita tentang kegagalan
tentara bergajah sangat manakjubkan. Dan kelahiran Nabi yang agung
diasosiasikan dengan peristiwa agung pula. Jadi, bukan karena itu bersifat
historis, melainkan upaya mengidealkan Nabi. Artinya, Nabi yang agung lahir
pada tahun yang agung pula.
Narasi
Non-Historis
Dengan demikian,
penetapan tahun kelahiran Nabi tidak didasarkan pada data historis. Ini sekadar
contoh bagaimana penulisan biografi seorang figur idola kerap dibangun di atas
narasi-narasi non-historis yang dimaksudkan demi glorifikasi. Sungguh sulit
dibedakan antara riwayat hidup yang didasarkan pada fakta atau mitos belaka.
Banyak aspek
dalam narasi hidup Nabi sebenarnya bersifat eksegetikal atas teks-teks
al-Qur’an. Kaitan tahun kelahiran Nabi dengan surat al-Fil merupakan salah satu
contoh bagaimana suatu episode dalam hidup Nabi dinarasikan sedemikian rupa
supaya serasi dengan peristiwa mukjizat dalam al-Qur’an.
Dalam konteks
geografis Arabia dan penggunaan gajah, tak ada catatan dalam sejarah di mana
gajah digunakan dalam peperangan. Di Sasanid, Persia, gajah sering digunakan
dalam peperangan. Hal serupa tak dikenal di jazirah Arabia.
Sebenarnya dalam
surat al-Fil sama sekali tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa kisah yang
melibatkan orang-orang penunggang gajah itu terkait dengan peristiwa tertentu
di zaman Nabi. Adalah para penafsir yang mengaitkan surat itu dengan tahun
kelahiran Nabi. Bagi Muslim awal, kisah dalam surat al-Fil itu begitu agung
yang memperlihatkan mukjizat Ilahi.
Bagi kita yang
hidup di zaman modern, kapan pun Nabi Muhammad lahir pada
hari/tanggal/bulan/tahun, maka momen kelahirannya akan menjadi agung. Tapi,
bagi para penulis biografi Nabi, deskripsi tentang Nabi yang bersifat luar
biasa diperlukan karena mereka mulai berinteraksi dengan literatur dan kaum
Kristen yang menggambarkan Yesus dengan banyak mukjizat. Mereka merasa perlu
memperkenalkan Nabi mereka dengan hal-hal yang menakjubkan pula.
Maka, dalam
kitab sirah (biografi Nabi), banyak diceritakan mukjizat-mukjizat
Nabi, padahal al-Qur’an menekankan aspek kemanusiaan Nabi. Demikian juga
penetapan Rabi’ul Awal sebagai bulan kelahiran Nabi, yang mengandung makna
mukjizati.
Sebelum Islam
datang, Rabi’ul Awal memang bulan bersejarah. Dalam kalender Yahudi, Rabi’ul
Awal itu bertepatan dengan kelahiran Nabi Musa, yakni bulan Adar. Kata “Rabi’ul
Awal” berarti “musim semi awal,” kemudian diikuti “Rabi’ul Tsani” atau “musim
semi kedua/akhir.” Ini cocok dengan kalender Yahudi, karena Adar menandakan
bulan transisi dari musim dingin ke musim semi, makanya disebut musim semi
awal.
Menariknya,
sebagaimana Nabi diriwayatkan lahir dan meninggal pada bulan Rabi’ul Awal, Nabi
Musa juga lahir dan meninggal pada bulan Adar. Barangkali ada yang berkata: Ya,
itu kan rencana Allah! Nabi Muhammad dan Nabi Musa lahir pada bulan yang sama.
Saya tidak mengatakan pendapat seperti itu salah. Yang ingin saya katakan, ada
kecenderungan tertentu di kalangan penulis sirah Nabi untuk
mengaitkan hal-hal agung dengan Nabi yang agung.
Apakah Nabi
memang betul lahir pada bulan Rabi’ul Awal? Sejujurnya saya tidak tahu.
Sebagaimana saya tidak tahu apakah Nabi Musa juga lahir pada bulan Adar. Saya
kira, penetapan Adar sebagai bulan kelahiran Nabi Musa dikarenakan Adar itu
bulan akhir tahun. Pola yang sama diterapkan pada kelahiran Yesus, yang
perayaan kelahirannya (Natal) diperingati pada Desember, bulan akhir tahun
dalam kalender Romawi. Padahal, tak ada sejarawan yang mengatakan Yesus lahir
pada 25 Desember.
Jangankan
tanggal kelahiran Nabi Muhammad, Musa dan Isa, saya sendiri tidak tahu
persisnya tanggal berapa saya lahir. Namun demikian, kapan pun Nabi lahir, mari
kita tetap gemakan shalawat atas junjungan Nabi kita Muhammad SAW. Shallu
‘ala al-nabi!
No comments:
Post a Comment