Deg! Sejenak jantungku hilang detak, lalu kembali dengan detak lebih menghentak. Saat mataku menangkap seraut wajah yang datang dari penggalan masa lalu, dari satu kisah yang hampir berhasil kukuburkan tanpa nisan.
Sepasang mata bulat yang dulu begitu meneduhkan itu, menelanjangiku. Sorotnya tajam mencungkil kenangan yang susah payah hendak kukubur dalam-dalam.
Senyum itu, senyum yang dulu pernah berarti dan pernah aku mengerti, masih sanggup mengguncang-guncang dadaku. Entah apakah masih punya arti seperti yang dulu ku mengerti.
Bibir itu, bibir yang dulu pernah kunikmati lembut sapanya, seperti masih menyimpan tanya; masihkah di hatiku tersisa tahtanya? Kejujuranku pun berkata; sekuat ingin aku telah berusaha menggusurnya, tapi nyatanya pertemuan itu menggagalkannya.
Sepasang mata bulat yang dulu begitu meneduhkan itu, menelanjangiku. Sorotnya tajam mencungkil kenangan yang susah payah hendak kukubur dalam-dalam.
Senyum itu, senyum yang dulu pernah berarti dan pernah aku mengerti, masih sanggup mengguncang-guncang dadaku. Entah apakah masih punya arti seperti yang dulu ku mengerti.
Bibir itu, bibir yang dulu pernah kunikmati lembut sapanya, seperti masih menyimpan tanya; masihkah di hatiku tersisa tahtanya? Kejujuranku pun berkata; sekuat ingin aku telah berusaha menggusurnya, tapi nyatanya pertemuan itu menggagalkannya.
No comments:
Post a Comment