“ Aku harus
memilikimu, tak peduli apa yang akan terjadi nanti, biarlah mereka terluka,
biarlah orang-orang berkata apa, hidupku sudah sangsai terlalu lama, aku hanya
ingin merasakan cinta yang sesungguhnya, aku yakin itu hanya bisa kudapat darimu
Arga “
Tak henti-hentinya
Sum menatap foto Arga di layar ponselnya yang perlahan membasah karna derai air
mata.
Sum, wanita
muda yang kini sendiri bekerja di ibu kota, jauh dari keluarga, jauh dari suami
yang mulai jengah dan acuh kepadanya.
Pernikahan
yang sudah berjalan tiga tahun rupanya tidak semakin membuat Sum dan suaminya
semakin mengenal, saling mengerti, saling mengisi kekurangan, justru pernikahan
itu malah menampakkan perbedaan di antara keduanya, yang dulu sepakat untuk
mengucap janji cinta yang sakral di pelaminan.
Tak mudah
bagi seorang Sum untuk berdaptasi di keluarga ke dua, dengan mertua, dengan
ipar, dan dengan tetangga yang berbeda kultur dan sosial dari kampung asalnya.
Kerikuhan yang
terjadi tiap hari akhirnya memaksa Sum untuk kembali ke Jakarta, lari dari
masalah yang membebani hatinya. Jakarta yang mempertemukan Sum dengan suaminya ketika
sama-sama bekerja dulu, kini Jakarta pula yang mulai memudarkan cinta mereka.
Sum ingin
sekali menetap di kampung, merawat ayah dan ibu kandungnya yang semakin melemah
tenaganya karna faktor usia. Sementara itu
Edo suaminya kekeh mengajaknya tinggal di Semarang bersama ayah dan ibunya
dengan alasan pekerjaan.
Tidak ada
jalan temu, Sum nekat ke Jakarta untuk bekerja yang sebetulnya hanya ia jadikan
alasan untuk lari dari rumah mertua yang terasa bagai neraka baginya. Sedangkan
Edo membiarkannya begitu saja karna hati yang dikuasai akan egonya perlahan
mulai tidak memperdulikan Sum yang ngotot ingin tinggal di kampung kelahiran,
tentu saja ada bujuk rayu dari ibu Edo yang tidak begitu akrab dengan Sum
semenjak mulai jadi anak mantu.
“sudahlah
Do.., kalau memang tidak bisa diatur.. , ya tinggalkan saja, masih banyak kok
gadis cantik di luar sana yang cocok dengan keluarga kita”
Kata-kata
nasehat yang bernuansa sinis dari sang ibu membuat Edo semakin tak perduli
terhadap Sum, betah berminggu-minggu tidak telepon atau sekedar berkirim pesan
kepada istrinya.
Siapa Arga
?
Arga bukan
lah seorang yang istimewa, hanya pria biasa yang sejak kecil sudah terlahir
sebagai tetangga Sum.
Arga remaja
sangat mengidolakan Sum yang berparas ayu, sayang obsesi Arga terhadap Sum
tiada sampai karna banyaknya pria yang memperebutkan perhatian Sum. Seiring perjalanan waktu Arga dan Sum tumbuh
dewasa tanpa saling mengenal kecuali sekedar sebagai tetangga, tidak lebih,
bahkan tiada pernah saling sapa sekalipun.
Arga dan
Sum bertemu tanpa sengaja di facebook. Saling berbalas komentar dan berkirim
pesan lewat inbox. Sum yang waktu itu
sudah lelah akan petualangan cintanya tiba-tiba jatuh hati kepada Arga. Entah apa yang disukai Sum dari Arga, bagi
Sum ada sesuatu dalam diri Arga yang selama ini tak pernah ia temukan dari
laki-laki yang pernah ia kenal.
Seakan
kembali ke masa lalu, masa-masa remaja, Arga terhantui oleh kekagumannya
terhadap Sum kala dulu. Tidak lama
sebetulnya mereka berkomunikasi, bahkan hanya sekali saja bertemu untuk berbasa
basi, namun kemesraan di antara mereka terjalin begitu saja walau hanya saling
berkirim pesan via ponsel.
Arga tidak
bisa membohongi hatinya yang perlahan kehadiran Sum mulai menggeser posisi
seorang gadis yang kini menjadi kekasihnya.
“ Betapa
aku sudah sangat berdosa, membuat sekat di hatiku untuk ditempati dua orang
wanita. Hati yang begitu rapuh
sebenarnya, hati yang berpenyakit, hati yang masih jauh dari-NYA “ batin Arga
berkata
Sum kaget saat
tiba-tiba mendengar kabar bahwa Arga sudah tunangan. Antara kecewa dan marah Sum memutuskan kontak
secara sepihak dengan Arga. Sum menghilang
begitu saja dari kehidupan Arga tanpa meminta penjelasan dari Arga yang
seolah-olah menjadi tokoh antagonis yang mempermaikan hati dua wanita.
DUA TAHUN
KEMUDIAN.....
Baik Arga
maupun Sum telah menikah dengan kekasih mereka masing-masing. Kehidupan mereka berjalan selayaknya dua
sejoli yang berlayar dengan biduk kecil di tengah samudra kehidupan.
Hingga akhirnya...
Arga dan
Sum kembali menjalin komunikasi via pesan chat,
Sum yang
menumpahkan seluruh isi hatinya yang sangsai sebab suami dan mertuanya membuat
Arga tak bisa tidak kecuali mencoba membesarkan hati Sum untuk lebih tegar
menjalani hidup. Jalan hidup yang sudah
dipilih, garis nasib yang sudah menjadi bias kehidupan.
Letupan-letupan
api cinta kembali muncul, bara api cinta yang siap kapan saja membakar habis gubuk
rumah tangga yang mereka bangun masing-masing, tinggal menunggu angin kencang
berhembus menyalakan bara cinta itu.
“Tidak !,
aku tidak bisa membiarkan bara ini menyala, aku harus menyiramnya dengan air
kesejukan. Bara yang menghangatkan tubuh
sewaktu-waktu akan melukai bahkan membakar habis tubuhku dan tubuh mereka yang
tak berdosa “ kata Arga menguatkan hatinya yang mulai lemah
Sum yang
semakin rapuh, Sum yang tak mampu lagi berfikir jernih, tak bisa membendung
perasaannya untuk berlari dan merebahkan tubuhnya di pelukan Arga. Ingin memiliki jiwa dan raga Arga yang mampu
menentramkan hatinya. Tapi Sum tetaplah
seorang wanita, wanita yang tercipta sama di seluruh jengkal dunia, Wanita yang
tercipta dengan perasaan yang begitu halus dan peka, wanita yang sadar betul
bagaimana sakitnya hati seorang wanita yang dicampakkan dan dihianati.
“ Apa kamu berfikir
tak dapat cinta dariku ? kamu mendapatkannya Sum “
Kata Arga
sembari memandang wajah Sum ketika bertemu untuk yang kedua kalinya.
“ Cinta
seorang pria kepada wanita hanyalah percikan kecil saja dari cinta Tuhan kepada
makhluk-Nya, bagai setetes air di ujung jarum yang diangkat dari luasnya
samudra. Cintaku adalah cinta-NYA juga,
cintaku bisa saja palsu sedangkan cinta-NYA jelaslah suci. Diriku bisa salah
mengejawantahkan cinta yang dianugerahkan oleh-Nya sehingga menyakiti, sedang
Diri-NYA tidak akan pernah menyakiti “
“Tuhan
menyayangimu dengan berjuta cara, diriku hanyalah salah satunya, suami mu
hanyalah salah satunya, orang tuamu hanyalah salah satunya, siapapun jua
hanyalah salah satunya..
Tuhan tidak
mencabut cinta di antara kita, tapi Tuhan justru sedang mengajarkan cinta
kepada kita berdua, cinta yang menembus ruang dan waktu, cinta yang menguatkan
bukan menghancurkan, cinta yang mendewasakan bukan yang mengerdilkan, cinta
yang tidak terbagi karna cinta tidaklah untuk dibagi, tapi cinta untuk bisa
dirasa dengan berbagai cara, tidak harus selalu berbagi raga... “
Suatu hari,
kita akan bahagia dalam keadaan apapun ketika sudah bisa merasakan cinta yang
sesungguhnya dari DIA (Tuhan)..
😢😢😢
ReplyDeleteshare dong, salam dari Mimin
ReplyDeleteNama FB : www.facebook.com/fatim.good.3 (FATIM GOOD)
ReplyDelete.
Ceritanya keren.
Ini pakai pandangan orang ketiga (author) ya?
Ceritanya bagus. Bahasa, kesan dan pesannya mudah dipahami tanpa banyak bahasa majas yang digunakan. Jadi orang-orang yang awam dengan sastra, bisa dengan mudah mencerna pesan dan cerita yang disampaikan.
Paling suka pas si Arga bilang gini, “Tidak !,aku tidak bisa membiarkan bara ini menyala, aku harus menyiramnya dengan air kesejukan. Bara yang menghangatkan tubuh sewaktu-waktu akan melukai bahkan membakar habis tubuhku dan tubuh mereka yang tak berdosa.“
Itu yang paling bikin salut. Disaat semua godaan akan perselingkuhan, tapi Arga tetep keukeuh supaya Sum bertahan dengan suaminya begitupun Dia juga berusaha bertahan dengan tunangannya. Sebab Arga percaya, Cintanya makhluk itu tidaklah sebesar Cinta Allah kepada kita. ☺
Itu menyentuh banget. Adakalanya kita bisa bahagia meski bukan kesenangan yang kita pilih. ☺
thanks tanggapannya, 🙏🙏
Deletethanks tanggapannya, 🙏🙏
Deletedaku no comment. 😪😪😪
ReplyDelete