Perang dingin antara Hendro dan kedua mertuanya semakin menjadi-jadi, Ami hanya bisa berharap dalam pilu menengahi panas dingin hubungan suami dan kedua orang tuanya tersebut lekas mereda. Tapi apa mau dikata ego masing-masing pihak tidak pernah menemui titik temu, sampai keadaan memaksa dinamika rumah tangga Ami memasuki babak baru yang lebih pelik.
Keadaan ekonomi yang semakin hari semakin
rapuh seolah ikut-ikutan tidak berpihak kepada Hendro. Merantau ke negeri jiran
menjadi satu-satunya pilihan bila hendak merubah nasib, kelak akan ia buktikan bisa
menjadi selayaknya laki-laki dengan tanggung jawabnya. Pasti mertua bungkam dan
akan baik-baik kepadanya, begitu piker Hendro yang diutarakan kepada Ami ketika
berpamit sebelum menyeberangi samudera ke Australia.
Di kampung, Ami bekerja sebagai
pramusaji sebuah rumah makan demi membiayai kebutuhan sehari-hari ia dan
balitanya. Memang masih tinggal satu atap. Tapi ia tidak mau terlalu bergantung
kepada kedua orang tuanya karena biar bagaimanapun ia sudah punya keluarga
sendiri, beruntung ibu Hendro atau mertua Ami punya cukup waktu luang untuk dititipi cucunya saat
ditinggal Ami bekerja delapan jam setiap hari.
Ami tidak berterus terang kepada
kedua orang tuanya kalau Hendro di tanah rantau belum mendapatkan pekerjaan
yang mapan, bisa-bisa malah suaminya semakin diejek orang tuanya. Ami hanya
beralasan niatnya kerja di rumah makan sebagai untuk mengusir jenuh berdiam di
rumah terus.
BERSAMBUNG..
No comments:
Post a Comment