Ami dan Hendro menikah atas dasar
suka sama suka, bersatu karena “cinta” kalau anak muda menyebut. Cinta tai
kucing bagi para orang tua yang berfikir realistis. Entah itu realistis atas dasar kebenaran
ataukah realistis berdasar ego orang tua itu sendiri. Hampir semua orang tua
pastilah berfikir dan berkeinginan yang terbaik untuk anak-anaknya, terutama
dalam hal memilih pasangan hidup, walaupun belum tentu apa yang baik bagi orang
tua itu baik juga untuk si anak.
Ami berada di situasi kedua orang
tuanya tidak terlalu “srek” memiliki mantu Hendro, tapi apa boleh buat Ami
sudah cinta mati kepada Hendro dan tidak mau dipisahkan, pernikahan akhirnya
pun tetap dilaksanakan.
Pernikahan Ami dan Hendro berjalan
satu tahun, tidak ada konflik yang berarti melainkan hanya riak-riak kecil yang
sesaat kembali tenang, hubungan mereka pun tambah harmonis ketika Tuhan
menganugerahi seorang putri. Hendro berjuang mencukupkan nafkah keluarga
kecilnya dengan menjadi sales sepeda motor, profesi yang digeluti sejak belum
menikah.
Tahun kedua pernikahan, Hendro terpaksa
menganggur karena dipecat dari dealer tempatnya bekerja. Alasan yang klasik dan
procedural: tidak memenuhi target penjualan selama tiga bulan terakhir. Kesana
kemari mencari lowongan pekerjaan tidak juga mendapatkan hasil, dua bulan tidak
ada pemasukan sama sekali, Hendro kemudian menjajal peruntungan dengan buka
jasa potong rambut. Dengan tarif jasa yang hanya Rp 5000 per kepala tentu
pendapatan sangat minim karena hanya ada satu dua paling banyak lima orang yang
berkunjung ke kios potong rambutnya.
Mendapati sang menantu yang sedang
down secara ekonomi, rasa kurang “srek” ibu Ami kepada Hendro yang memang sudah
ada sejak dulu kembali meledak-ledak. Hampir setiap hari sindiran dan nyinyiran
keluar dari mulut ibu mertua. Tidak tahan menahan sesak di dalam dada, Hendro
pulang ke rumah orang tuanya yang hanya berjarak beberapa kilometer saja, 5
menit perjalanan dengan sepeda motor.
Ami dan Hendro tentu masih saling sayang,
apalagi anak mereka yang sedang lucu-lucunya butuh dekap hangat ayah dan ibu.
Tapi ketidak cocokan antara mertua dan menantu tersebut terpaksa memisahkan
keluarga kecil yang sedang bahagia-bahagianya tersebut. Hendro tinggal di rumah
orang tuanya, sesekali mencuri waktu menemui anak istrinya ketika mertua sedang
tidak di rumah. Tidak jarang Hendro menyelinap masuk ke kamar istrinya ketika
malam hari, bahkan sampai mengajak istrinya chek-in di hotel melati demi bisa
saling menuntaskan hasrat mereka sebagai pasangan muda.
No comments:
Post a Comment