“Tahun 2000
kerja serba mesin, berjalan berlari menggunakan mesin,
manusia tidur berkawan mesin, makan dan minum dilayani mesin”
manusia tidur berkawan mesin, makan dan minum dilayani mesin”
“Penduduk
makan banyak, sawah ladang menyempit,
mencari nafkah makin sulit, tenaga manusia banyak diganti mesin, pengangguran merajalela”
mencari nafkah makin sulit, tenaga manusia banyak diganti mesin, pengangguran merajalela”
Masih ingat penggalan lirik lagu qasidah di atas ? laqu qasidah berjudul
“Tahun 2000” yang dinyanyikan oleh Grup Rebana Modern asal Semarang Jawa Tengah tersebut pernah popular di tanah
air sekitaran tahun 80 - 90 an.
Waktu lagu tersebut lagi booming2nya kebanyakan para pembaca mungkin
beranggapan penggambaran dalam lagu tersebut terkesan absurd (konyol/nggak
masuk akal/nggak mungkin). Tapi kenyataan
berbicara lain, seolah lagu tersebut benar-benar berhasil meramalkan pencapaian
peradaban manusia yang melejit begitu cepat “hanya” dalam kurun waktu 15 tahun
belakangan ini.
Semua pekerjaan di segala sektor telah didominasi oleh mesin dalam pelaksanaannya. Bila dahulu untuk memulai penggarapan lahan
yang luasnya beberapa hektar bisa menyerap puluhan tenaga kerja pecangkul
selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu, sekarang hanya dalam hitungan jam
saja akan terselesaikan oleh sebuah mesin traktor.
Belanja ke toko/warung yang jaraknya hanya beberapa blok saja dari rumah
ogah berjalan kaki. Kemana-mana membawa sepeda motor yang hampir
setiap rumah memilikinya, bahkan ada yang jumlah motor/mobilnya melebihi jumlah
orang yang tinggal di dalam rumah itu sendiri.
Para remaja bahkan anak-anak banyak yang tidak bisa tertidur lelap sebelum
jemarinya lelah memainkan gadget cerdas yang konon lebih cerdas dari
manusia yang memainkannya itu.
Bumbu masak tak lagi diulek, katanya lebih praktis kalau dihancurkan
dengan pisau berputar (blender). Tak
lagi ada ibu-ibu yang matanya perih karna asap dapur, beras cukup dimasukkan ke
panci ajaib (rice coocker) tiba-tiba berubah menjadi nasi. Manusia telah benar-benar berteman dan
dilayani oleh mesin.
Semua kemajuan teknologi seperti di atas tidak bisa dipungkiri membawa “kebahagiaan”
dan “kemudahan” bagi umat manusia. Namun
di sisi yang lain, bahkan bila “efek” dari kemajuan teknologi
digambarkan sebagai sebuah kubus yang memiliki 6 sisi maka hanya 1 sisi yang
membuat manusia bahagia, dan ke 5 sisi yang lain membuat banyak dari manusia sengsara.
Lalu apakah manusia tidak boleh mencapai peradaban yang lebih maju ?
sesungguhnya bukan persolan boleh atau tidak boleh. Kemajuan dan revolusi teknologi adalah sebuah keniscayaan yang sudah
semestinya terjadi. Manusia membutuhkan teknologi untuk menaklukkan alam ini. Bahkan
Tuhan dalam ayatnya menantang manusia untuk melakukan revolusi teknologi itu
sendiri.
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al Rahman ayat 33 :
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا
مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ
Wahai jamaah jin
dan manusia, jika kamu sanggup menembus dan melintasi penjuru langit dan bumi,
maka tembus dan lintasilah! Kamu tidak akan dapat menembus dan melintasinya
kecuali dengan kekuatan (ilmu pengetahuan/teknologi).
Lalu apa yang penulis maksud 5 sisi dari 6 sisi “kubus kemajuan” adalah
membawa kesengsaraan ? itu hanyalah penggambaran bahwa kemajuan teknologi
membawa konsekuensi yang sangat kompleks ketimbang hanya “kesenangan” dan “kemudahan”
yang diberikan. Di antara konsekuensi tersebut “sebagian” dari kita mau tidak
mau, siap tidak siap harus rela tergilas roda modernisasi.
Ilustrasi "Mobil Terbang" yang rencana akan mulai dijual
oleh perusahaan asal Eropa di tahun 2020
5 TAHUN dari sekarang adalah TAHUN 2020, kita tidak tahu pasti apa yang bakal terjadi di tahun 2020 nanti. “Ah 5 tahun itu kan cuma sebentar” paling tidak akan ada perubahan yang besar di dunia ini” EITS !! tunggu dulu, masih ingat dengan lagu pembukaan dalam tulisan ini ?? Dahulu banyak orang tidak percaya terhadap prediksi yang disampaikan oleh “Girl Band berjilbab” asal semarang tersebut. Tapi kenyataan dunia berjalan begitu liar di luar asumsi kita. Sebelum tahun 2000 saya yakin tidak ada orang (di INDONESIA) yang pernah membayangkan akan ada yang namanya jejaring sosial Facebook, Youtube, atau belanja Online, meskipun sebenarnya di negara-negara eropa tahun 1980 an sudah mulai dikenal yang namanya internet. Namun apa yang terjadi sekarang ? mau naik ojek pun harus pesan via aplikasi online terlebih dahulu.
Semakin maju ilmu pengetahuan semakin cepat pula dilahirkan hal-hal tak
terduga. Untuk itu sebagai generasi muda Indonesia harus bersiap menghadapi
ledakan teknologi di tahun 2020 nanti, meskipun sebetulnya kita sudah jauh
tertinggal dari manusisa yang ada di belahan bumi lainnya.
Lalu apakah tantangan yang kira-kira akan dihadapi oleh generasi muda
indonesia di tahun 2020 nanti ?
1.
PASAR BEBAS ASIA PASIFIC
Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa Indonesia
terikat dalam perjanjian multinasional di bidang ekonomi. Mau tidak mau kita
harus menghadapi era Perdagangan Bebas yang akan dimulai di tahun 2020
nanti. Sebelumnya perdagangan bebas
kawasan Asia Tenggara sudah dimulai pada awal tahun 2015 ini. Tidak bisa dibayangkan bagaimana nanti polah
kita orang indonesia ketika diserbu oleh produk-produk asing yang bebas tanpa
hambatan masuk ke indonesia. Kita mungkin bisa bersaing secara fair, tapi apa
jadinya bila orang asing menawarkan produk yang sama, kwalitas yang sama
(bahkan mungkin lebih baik) dengan harga yang lebih murah.
Kita tidak akan sanggup mengejar apalagi memenangkan
persaingan tersebut karna mereka mempunyai teknologi dan ilmu yang lebih unggul
sehingga biaya produksi suatu produk lebih murah dan cepat. Kecuali kita mampu mengimbangi mereka, tentu
kita harus mempersiapkan segalanya mulai dari sekarang.
2.
PENDIDIKAN HANYA MENJADI SEMACAM “TREND”
Beberapa tahun yang lalu, mahasiswa hanya ada di
kota-kota besar saja. Dalam satu desa hanya ada beberapa anak saja yang
beruntung bisa atau mau mengejar strata pendidikan ke jenjang sarjana. Namun sekarang anak-anak kampung banyak yang
menyandang titel SARJANA. Namun “mohon
ma’af” kwalitasnya hannya setara pendidikan SLTA saja. Tak banyak ilmu yang dapat mereka
implementasikan dalam kehidupan karna memang tak banyak ilmu yang didapat dari
KULIAHnya, maklum makalah saja dibuat pakai metode magic COPY PASTE dari
internet, Skripsi pun Beli karna nggak pecus membuat sendiri. Lalu apa yang bisa diharapkan dari sarjana-sarjana
model kayak gini ?
Penulis sendiri bukanlah seorang sarjana, nggak pernah
tahu yang namanya kampus itu seperti apa, namun bukan berarti ini adalah bentuk
sinisme terhadap “kebanyakan” mahasiswa jaman sekarang, hanya mengajak pembaca
semua menyadari bahwa pendidikan sekarang di-enyam sebagai sebuah bentuk TREND,
kata beberapa anak alay “NGGAK KEREN KALAU NGGAK KULIAH”.
Mampukah kita untuk merubah mainset yang seperti di
atas ? ataukah malah di tahun 2020 nanti pendidikan menjadi semacam
hiburan atau ajang mencari pasangan kencan saja.
Bagaimana strategi generasi muda menghadapi
perdagangan bebas 2020 nanti bila saat ini malah sibuk menyusun jadwal trap
trip nggak penting, sibuk berdebat kusir di media sosial soal politik, suka
sok-sok an ngomongin negara padahal di RT setempat saja tidak berguna,
menghujat polah para pejabat tapi ada penyimpangan di level perangkat desa saja
nggak berani berbuat !
2020 nanti adalah tantangan untuk para generasi
membuktikan idealismenya, masing sanggup bertahan lantang meneriakkan anti korupsi
ataukah mulutnya akan terkancing saat punya jabatan di negeri atau di
korporasi.
3.
AMORAL KIAN TERBUNGKUS RAPI
Baru-baru ini kita kerap disuguhi berita di berbagai
media tentang tindakan amoral orang-orang yang bernaung di bawah Yayasan,
Pesantren, Sekolahan, dan lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi tempat yang
aman. Rumah bordil berkedok
Salon/SPA. Transaksi esek-esek via online.
Dan tidak menutup kemungkinan di 2020 nanti segala bentuk kebejatan akan
tersembunyi sangat rapi, itu semua karna konsekuensi dari modernisasi yang
membatasi negara atau orang lain menjamah/mengkontrol area privat dengan alasan
kebebasan atau HAM.
Ketika area yang abu-abu tidak boleh lagi untuk
dipastikan apakah itu hitam ataukah putih, dapatkah generasi muda
nanti menemukan habitat yang baik untuk keberlangsungan karir lebih jauh lagi
masa depan kehidupannya ?
No comments:
Post a Comment