Adalah seorang ayah yang pontang panting memenuhi kebutuhan keluarganya,
terutama kebutuhan kedua anaknya yang sudah menginjak remaja.. Sehari-hari pria
paruh baya tersebut bekerja sebagai buruh tani, meskipun tidaklah benar-benar
setiap hari ia bisa bekerja. Maklum, dengan latar belakang pendidikan yang SD
saja tidak lulus jelas sangat membatasi lapangan pekerjaan yang dapat ia
geluti, hanya otot, ya ! hanya kekuatan otot lah yang dapat ia tukar dengan rupiah,
otaknya serasa sudah mati karna terlalu lama tidak pernah digunakan untuk
berfikir, kecuali memikirkan istri dan kedua anaknya yang setiap hari harus
dipenuhi hajatnya.
Dengan upah buruh tani yang rata-rata hanya 50 ribuan
per hari jelas sangat mepet bahkan bisa minus bila dihadapkan pada kebutuhan
keluarganya, meskipun sang istri kadang-kadang juga ikut membantu bekerja
serabutan.
Seperti kebanyakan remaja pada umumnya kedua anaknya mendambakan punya
sepeda motor, bukan sekedar untuk mengikuti trend, namun memang sangat
dibutuhkan karna sekolah kedua anaknya yang masing-masing kelas 1 dan 2 SLTP
jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Pagi-pagi sekali kakak beradik Rindu dan Danang harus sudah berangkat ke
sekolah dengan jalan kaki, sambil berharap ada motor/mobil yang berkenan
memberi tumpangan, atau mereka terpaksa harus berjalan sejauh 7 kilometer. Mereka berdua tidak banyak berharap dibonceng
teman yang satu sekolahan dengan mereka, karna teman-teman mereka yang jauh
dari sekolah mayoritas diantar jemput oleh orang tua, kalaupun ada yang membawa
sepeda motor sendiri hanya beberapa anak dan sudah punya boncengan
sendiri-sendiri.
Orang tua mana yang tidak menangis akan keadaan anak-anaknya yang seperti
itu, bilapun cukup kuat untuk membendung air mata, dalam hati pastilah menangis
meronta-ronta.
Untuk membelikan sepeda motor baru
harganya selangit, mau kredit tidak berani karna tidak punya penghasilan
yang tetap untuk angsuran bulanan, untuk membeli motor bekas pun harganya masih
di atas 5 jutaan. Butuh menabung bertahun-tahun bila dengan penghasilan yang
seperti itu.
Hingga suatu hari ayah dua anak tersebut ditawari motor bodong oleh
seorang makelar motor, cukup membayar
1,5 juta sudah dapat sepeda motor yang tergolong keluaran terbaru.
Seperti yang diketahui, motor bodong (tanpa surat-surat kepemilikan)
jelaslah motor haram, hasil penggelapan kredit atau hasil curian. Namun mungkin
inilah satu-satunya solusi yang dimiliki pria tersebut demi anaknya bisa bersekolah
tanpa takut terlambat dan kelelahan jalan kaki.
Label haram atau halal sejenak ia kesampingkan, lelaki itu merasa sangat
beruntung, setidaknya lega untuk sementara waktu dapat melihat senyum di wajah
ke dua anaknya, walaupun dalam hati sebenarnya tidak ingin turut ambil bagian
dalam lingkaran syetan tersebut, Ya ! itu jelas lingkaran syetan, begitu yang
ia yakini, tak ada Pembeli tak akan Pencuri, namun untuk kali ini
saja ijinkan aku untuk berucap : “TERIMA KASIH PARA PENCURI MOTOR”, begitu kata
hati seorang ayah miskin yang ingin berusaha membahagiakan anak-anaknya.
Dalam kasus seperti cerita seperti di atas kita mungkin terlalu
berlebihan kalau hanya mengutuk Para Pencuri Motor, karna dunia ini diciptakan
oleh Tuhan lengkap dengan Sunnatullah-Nya, yang didalamnya ada HUKUM SEBAB
AKIBAT. Kalau kita mau adil kita harus
juga mengutuk saudara, sahabat, teman, tetangga, dan semua orang yang membeli
MOTOR BODONG bukan karna sangat terpaksa seperti ilustrasi cerita di atas.
Mari akal sehat kita pakai sejenak, Kalau tidak ada orang yang mau
membeli motor atau komponen hasil curian/penggelapan kredit, apakah akan
ada yang mau mencuri motor ? kalaupun ada yang mencuri untuk dipakai sendiri
tentu sangai kecil sekali angkanya. Jadi mari kita rubah cara pandang kita,
kita harus adil, terlepas bahwa memang mencuri jelaslah dosa dan melanggar hukum.
No comments:
Post a Comment