Assalamualaikum para pembaca yang
budiman, langsung saja kita diskusikan pokok bahasan seperti judul di atas.
Sering kita mendengar, atau bahkan
karna saking seringnya mendengar kata – kata seperti judul di atas pembaca
mungkin menjadi apatis untuk membahasnya, eits tunggu dulu, mari kita
diskusikan dari sudut pandang yang lain, sehingga tidak terasa membosankan.
Sebagaimana paradigma umum yang sudah terlanjur keliru, kita terlalu sering dinasehatkan/dipaksakan agar mau bekerja sekeras-kerasnya bila mau sukses. Selalu dan selalu didoktrin bila mau sukses harus bekerja sangat keras, TAPI kita jarang sekali mendapat penjelasan yang gamblang kerja yang benar agar cepat sukses itu yang seperti apa, detailnya bagaimana ?
Sebagaimana paradigma umum yang sudah terlanjur keliru, kita terlalu sering dinasehatkan/dipaksakan agar mau bekerja sekeras-kerasnya bila mau sukses. Selalu dan selalu didoktrin bila mau sukses harus bekerja sangat keras, TAPI kita jarang sekali mendapat penjelasan yang gamblang kerja yang benar agar cepat sukses itu yang seperti apa, detailnya bagaimana ?
Mari kita mencoba bersama-sama
mencari detail kerja yang benar itu seperti apa, saya tidak mengajak pembaca
mendefinisikan kerja berat, kerja keras, dan kerja pintar, karna saya bukan
ahli bahasa, kita analisa saja dari FAKTA dan REALITA di lapangan.
KERJA BERAT, dapat kita lihat
sebagai kerja yang menguras tenaga/waktu, kerja berat tidak selalu identik
dengan kerja yang mengandalkan otot, seperti kuli panggul/kuli angkat, buruh
tani, atau penambang batu. Kerja berat dapat juga ditemukan di kantor-kantor
atau di pabrik-pabrik, ciri khas dari kerja berat adalah “SI PEKERJA ATAU
KARYAWAN DIHARUSKAN/DIPAKSA MELAKUKAN PEKERJAAN YANG SEBETULNYA DIA SUDAH LELAH
NAMUN HARUS TETAP BEKERJA SAMPAI WAKTU/TARGET YANG TELAH DITENTUKAN, DAN HASIL
(UPAH) YANG DIDAPAT CENDERUNG TETAP”
Kalau kebetulan kita saat ini adalah
“pekerja berat” buruh tani misalnya, kita tidak usah berkecil hati, sebenarnya
bukan hanya kita yang sedang kerja berat, PERAWAT DI RUMAH SAKIT, MEKANIK DI
PERUSAHAAN, SEKRETARIS, KARYAWAN PABRIK, dan mereka yang kerjanya monoton
(itu-itu saja) tanpa ada peningkatan karir atau pendapatan walaupun modal
skill/keahlian namun mereka dapat kita sebut sebagai “pekerja berat” juga. Diakui atau tidak pekerjaan yang monoton dan
pendapatnya pun monoton PASTI TERASA BERAT, apalagi kalau pendapatan yang
diterima tidak cukup untuk mengcover kebutuhan hidup.
Apakah kita bisa sukses dengan KERJA
BERAT ? jawabnya relatif, bisa iya dan bisa tidak, karna sukses itu adalah
PENCAPAIAN TARGET yang jelas berbeda bagi setiap individu, NAH bagaimana kalau
kita sepakati saja bahwa target dari sukses tersebut adalah “kaya”, maka kita
akan mendapat kepastian bahwa dengan kerja berat tidak akan bisa kaya karna
pendapatan kita “tetap” tanpa ada lonjakan yang signifikan, kecuali kalau kita
dapat warisan atau undian berhadiah sampai ratusan juta. ^__^
Lalu kenapa banyak dari kita yang
merasa nyaman, enggan untuk keluar dari zona “kerja berat” tersebut ? karna
kerja berat cenderung hanya mengandalkan tenaga atau skill yang terbatas, tidak
dituntut untuk melakukan yang lebih, dan pada umumnya kerja berat dinaungi oleh
perusahaan atau bos, sehingga merasa terjamin, pendapatan jelas, dan memiliki
sedikit resiko.
Selanjutnya KERJA KERAS, kerja keras
ada satu tingkat di atas kerja berat, orang yang “kerja keras” tidak akan
pernah merasa puas dengan pendapatan yang selama ini sudah ia dapat, ia akan
terus mengupayakan pendapatan yang lebih.
Model kerja keras sangat banyak kita
temui di sekitar kita, sebagai contoh : Parjo dan Kasno sama-sama bekerja di
sungai sebagai penambang batu dan pasir, banyak juga pekerja-pekerja lain yang
bekerja di sana. Parjo selalu berangkat
lebih pagi dan pulang lebih sore dari Kasno. Sepintas Parjo seperti bekerja
lebih keras daripada Kasno, namun sebenarnya tidak, Parjo hanya bekerja “LEBIH
BERAT” dari Kasno, karna Kasno meskipun ia berangkat lebih siang dan pulang
lebih awal namun selain menambang dia juga membawa barang dagangan ke sungai,
ia memanfaatkan banyaknya penambang dengan menjual jamu botolan, minuman
supleman, roti, dan nasi bungkus.
Contoh lain : Ratna adalah karyawan
di sebuah supermarket, setiap hari ia masuk kerja kecuali hari libur, Ratna
sudah bekerja selama 3 tahun lebih, bila giliran shif malam ia pun tak malas
untuk selalu berangkat kerja walau harus pulang tengah malam atau dini hari. Di
tempat lain ada Sumarti yang bekerja sebagai penjual parfum dan aksesoris,
Sumarti tidak berjualan setiap hari, ia hanya keluar rumah beberapa hari saja.
Di mata awam Ratna terlihat sebagai
pekerja keras daripada Sumarti, lalu mengapa Sumarti lebih besar pendapatannya
dari Ratna. Sebenarnya Ratna tidak lah bekerja lebih keras, ia hanya bekerja
lebih “berat” saja dari Sumarti. Yang benar Sumarti lah yang bekerja keras,
memang ia tidak menguras waktu dan tenaga, namun ia menguras fikiran. Setiap
keluar rumah ia mendatangi siapa saja yang ia kenal untuk menawari produknya,
atau melobi toko-toko yang kelihatannya ramai agar mau dititipi parfum dan
aksesorisnya, tidak cukup sampai di situ, Sumarti juga memanfaatkan media
social FB, BBM, Twitter, dll untuk mempromosikan produknya.
Nah, dari gambaran di atas dapat
kita cerna apa sebenarnya kerja keras itu. KERJA KERAS ADALAH BERUSAHA
MEMBERDAYAKAN SECARA MAKSIMAL APA YANG KITA MAMPU, BUKAN HANYA MENGURAS TENAGA
DAN MENGHABISKAN WAKTU, MELAINKAN JUGA MELIBATKAN PIKIRAN UNTUK MENDAPATKAN
HASIL YANG MAKSIMAL.
Sekarang tiba di pembahasan yang
pamungkas, yakni KERJA PINTAR, perlu digaris bawahi terlebih dahulu, bahwa
“kerja pintar” tidak selalu melibatkan kepintaran/kepandaian. STOP berfikir
bahwa untuk “kerja pintar” harus menjadi seperti guru/dosen, ahli akuntan, atau
ahli computer. Kerja pintar adalah kerja yang efektif, cepat, mampu membaca
peluang, inovatif, atau kreatif.
Bila Parjo sebagai penambang batu
dan pasir yang tak kenal lelah adalah “kerja berat”, dan Kasno yang selain
menambang juga berjualan adalah “kerja keras”, Maka seseorang yang “kerja
pintar” akan melakukan hal-hal yang di luar dugaan, jam kerjanya lebih pendek,
tenaganya sama sekali tidak terkuras, namun pendapatan yang didapat bisa lebih
banyak daripada mereka. Misalnya : Arif adalah seseorang yang berfikir cepat
dan kreatif, Arif membeli pasir
sebanyak-banyaknya ketika musim penghujan, karna biasanya kwalitas pasir
terbaik adalah didapat sesaat setelah sungai banjir. Nah ketika musim kemarau
tiba, dan pasir dengan kwalitas baik dicari-cari orang sedangkan barangnya
langka maka Arif akan menjualnya dengan harga tinggi sehingga keuntungan yang
ia dapat berlipat ganda, penghasilan Arif yang hanya mengiinvestasikan uangnya,
entah itu uangnya sendiri atau dari hutang, malah melebihi penghasilan mereka yang
kepanasan dan kehujanan mengeruk pasir dan batu setiap hari.
Atau seperti Bowo yang enggan
bekerja layaknya teman-temannya, namun pada dasarnya Bowo adalah orang yang
inovatif, ia memiliki keyakinan bahwa suatu saat ia akan sukses, karna ia yakin
dirinya memiliki potensi. Lama ia mengamati daerah tempat tinggal dan sekitar,
apa yang kira-kira sangat dibutuhkan di sana dan belum tersedia banyak bahkan
sama sekali tidak ada. Akhirnya Bowo
menemukan ide untuk berdagang Obat-obat pertanian, Pupuk, Vitamin ternak, dan
lain sebagainya yang sekira dibutuhkan orang-orang di sana yang mayoritas
sebagai petani, buruh tani, dan peternak.
Tidak butuh waktu lama pundi-pundi
rupiah dapat dikumpulkan, Bowo yang hanya bermodal ide cemerlang bisa membaca
peluang tidak mustahil akan menjadi
lebih kaya ketimbang mereka yang setiap hari bekerja di sawah ladang, atau
mereka yang mempunyai ber hektar-hektar tanah garapan.
Poin dari dua contoh di atas bukan
ada pada “berdagang-nya” tapi ada pada inovasi dan kepintaran Arif dan Bowo
dalam membaca peluang. Siapa saja bisa berdagang, lebih-lebih para pemilik
modal, namun tidak semua bisa menciptakan inovasi dan mampu membaca peluang
pasar.
Prinsip dari “kerja pintar” adalah
mampu membaca peluang dan mau menggali potensi, karna lebih baik memanfaatkan
potensi daripada harus membangun kemampuan diri. Bila potensi (bakat) kita adalah menyanyi,
lalu mengapa kita harus besusah payah kursus untuk menjadi koki. Memang dengan kemauan dan tekat yang keras
akan bisa jadi koki, lalu mengapa tidak menjadi penyanyi saja bila bisa dengan
mudah dijalani. Orang pintar tentu akan
memilih menyanyi, dengan asumsi koki atau penyanyi sama-sama menghasilkan.
Rasanya
sudah cukup contoh atau model dari kerja pintar di atas. Setiap dari kita dapat
melakukan kerja pintar tersebut tanpa harus kita disebut sebagai orang pintar
dulu, karna kerja pintar tidak membutuhkan kepintaran yang mendetail, TAPI
kerja pintar hanya membutuhkan kepintaran yang kadang-kadang saja, itulah
mengapa banyak kita temui 1 ORANG BODOH mempekerjakan PULUHAN ORANG PINTAR
No comments:
Post a Comment